MENGURAI DIRI
“Dialah yang menciptakanmu dari SATU DIRI”, Q.S. Al-A’raf 189,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”Q.S. Al-Hajj ayat 5.
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (al Mu’minuun 14), dan ayat;
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kepadanya RUH (CIPTAAN) -NYA dan Dia menjadikan bagi kamu PENDENGARAN, PENGLIHATAN dan HATI; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. As Sajdah ayat 7-9, dan ayat;
Ayat-ayat Al Qur’an diatas adalah fondasi yang paling penting bagi kita untuk mengurai anasir-anasir apa yang ada pada setiap diri manusia. Dengan berpedoman kepada ayat-ayat diatas, kita sudah tidak perlu lagi menguraikan diri manusia menjadi berbagai uraian yang sangat rumit dan penuh dengan khayalan seperti yang telah kita lihat pada uraian sebelumnya.
Allah menciptakan seluruh manusia dari SATU DIRI, yaitu dari sedikit DZAT atau DIRI-NYA Sendiri. Oleh sebab itu, Allah sangat BERHAK mengatakan bahwa kita semua adalah MILIK-NYA. Karena milik Allah, maka diri kita sepenuhnya berada dalam PENGATURAN dan PENGASUHAN ALLAH. Dengan begitu, maka jelaslah bahwa kita tidak mempunyai KEPEMILIKAN dan HAK apa-apa atas diri kita, sehingga kita tidak mempunyai sedikitpun kesempatan untuk MENGAKU APA-APA dan MEMILIKI APA-APA. Kita juga tidak punya kemampuan apa-apa untuk mengatur-atur diri kita. Tidak sedikitpun. Karena apapun yang terjadi pada diri kita semata-mata hanyalah buah dari Pengasuhan dan Pengaturan Allah terhadap diri kita. Karena Dia memang adalah Rabbul ‘Alamin, Tuhan yang Maha Mengasuh Alam Semesta.
Karena kita sudah tidak mengaku dan sudah tidak memiliki hak apa-apa pula atas diri kita, maka hilang pulalah tanggung jawab kita terhadap diri kita. Sehingga kitapun jadi sadar bahwa kita sebenarnya adalah alat perkakas Allah saja yang sedang menjalankan sebuah peran memainkan sebuah JALAN CERITA. Dan selama menjalankan peran itu, kita tinggal berpegang teguh saja kepada Allah. Kita diayun kemanapun, kita diombang ambingkan seperti apapun, kita jatuh-bangun seperti apapun, kita tetap bergayut saja kepada Allah. Karena Allah lah yang tahu persis berapa kekuatan kita, berapa daya tahan kita, berapa kerapuhan kita. Dan Allah tidak akan melampaui batas terhadap Dzat atau Diri-Nya sendiri.
Dari DIRI YANG SATU (Dzat-Nya) itu, pertama-tama TERZAHIRLAH TUBUH atau BADAN manusia. Proses pembentukan tubuh manusia ini sudah sangat transparant jika dilihat dengan kacamata science dan teknologi. Ada sari pati tanah, berupa air mani dan ovum, lalu berubah bentuk menjadi darah, lalu berubah lagi menjadi segumpal daging, lalu daging itu berubah menjadi tulang, kemudian tulang itu dibungkus kembali dengan daging, sampai akhirnya terbentuklah tubuh kecil manusia yang siap memasuki alam dunia untuk menjalankan sebuah JALAN CERITA.
Semua perubahan itu terjadi dengan sendirinya. Karena setiap perubahan itu sudah ditulis, sudah dijinkan, dan sudah ditetapkan sejak firman KUN. Dan Dzat-Nya yang SATU itupun dengan patuh dan tanpa reserve menjalankan proses itu tanpa ada yang meleset sedikitpun dari apa-apa yang sudah ditulis dan direncanakan itu.
Sebagai tanda bahwa Tubuh itu HIDUP, maka kepada tubuh itu Dzat yang Satu itu juga mendzahirkan NYAWA sebagai pelengkap dari kesempurnaan tubuh atau badan seorang manusia. Sehingga jadilah TUBUH dan NYAWA itu menjadi sebuah kesatuan di dalam diri seorang manusia sampai manusia itu kelak menjadi MATI kembali. Kalau seorang manusia sudah mati, maka nyawanya itupun dikembalikan oleh Allah kesuatu TEMPAT. Sedangkan jasad atau tubuh kembali diurai menjadi unsur-unsur tanah pembentuknya. Semuanya tetap pada tempatnya masing-masing sambil menunggu masa dimana semua manusia kembali dibangkitkan seperti sediakala untuk melihat segala apa yang telah diperbuat masing-masing saat hidup di dunia dulu.
Tubuh yang sudah diberi nyawa itu, belumlah sempurna untuk disebut sebagai seorang manusia. Dzat kemudian menzahirkan RUH yang bentuk dan ukurannya sama persis dengan TUBUH atau BADAN manusia. Akan tetapi seperti apa bahan pembentuk RUH ini, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Itu adalah rahasia Allah sendiri. Hanya saja RUH itu mempunyai tugas Khusus terhadap badan manusia. yaitu untuk membuat BADAN atau TUBUH manusia itu bisa BERGERAK, BERJALAN, dan BERAKTIFITAS. Tanpa adanya RUH ini di dalam tubuh manusia, maka seorang manusia tidak akan dapat berbuat dan beraktifitas apa-apa, seperti halnya orang yang sedang COMMA atau sedang TIDUR PULAS.
Setelah RUH ini terzahir dari Dzat, maka RUH itupun kemudian DI DORONG oleh Dzat untuk masuk ke dalam tubuh atau badan manusia. Allah mengistilahkannya dengan ungkapan Allah MENIUPKAN RUH (ciptaan)-Nya kedalam tubuh manusia yang telah sempurna bentuknya dan telah diberi nyawa pula.
Akan tetapi, walau telah ditiupkan RUH ke dalam tubuh manusia, hal itupun masih belum cukup untuk menjadi bekal bagi manusia itu dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Masih ada satu anasir lagi yang belum ada, yaitu anasir yang bisa melihat, mendengar, berpikir, mengingat, menyadari, merasa, mengetahui, dan aktifitas-aktifitas lainnya yang berhubungan dengan sebuah kecerdasan. Anasir inilah yang disebut dengan HATI.
Jadi HATI inilah anasir yang bisa MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, BERPIKIR, MENGINGAT, MENGETAHUI, MENYADARI, MEMAHAMI, MENGERTI dan lain-lain sebagainya. Dan hati ini hanya ada SATU di dalam setiap rongga diri manusia. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah HATI dalam rongganya. Al Ahzab (33) :4.
Jadi dengan begitu dapatlah dikatakan bahwa:
Yang BISA melihat adalah Hati
Yang BISA mendengar adalah Hati.
Yang BISA merasa adalah Hati.
Yang BISA berpikir adalah Hati.
Yang BISA mengingat adalah Hati.
Yang BISA mengetahui adalah Hati.
Yang BISA menyadari adalah Hati.
Yang BISA memahami adalah Hati.
Yang BISA mengerti adalah Hati.
Yang BISA cerdas adalah Hati.
Begitupun sebaliknya, bahwa
Yang TIDAK BISA melihat adalah Hati juga
Yang TIDAK BISA mendengar adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA merasa adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA berpikir adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA mengingat adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA mengetahui adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA menyadari adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA memahami adalah Hati. juga
Yang TIDAK BISA mengerti adalah Hati juga.
Yang TIDAK BISA cerdas adalah Hati juga.
Dengan kemampuan HATI yang begitu besar seperti ini, pantaslah HATI itu disebut sebagai KUSIR atau PILOT bagi diri manusia secara keseluruhan.
Hanya saja tidak banyak yang mengetahui selama ini bahwa HATI ini ternyata adalah anasir diri manusia yang BEBAS untuk pergi dan berada dimana saja. Ia bebas pergi kemana saja baik di dalam tubuh manusia maupun diluar tubuh manusia. Kebebasan Hati untuk pergi kemana saja dan berada dimana saja ini akan kita bahas pada bagian berikutnya. Ini adalah hal yang sangat penting sekali untuk kita ketahui.
Mari kita lanjutkan dulu proses penciptaan manusia menjadi seorang manusia yang benar-benar sudah mempunyai potensi untuk menjalankan sebuah Jalan Cerita.
Setelah ke dalam tubuh manusia, yang telah diberi nyawa sebelumnya, dan telah ditiupkan pula RUH kedalamnya, maka Hati pun kemudian di dorong pula oleh Dzat untuk masuk ke dalam tubuh manusia tersebut. Sehingga dengan begitu, maka selesailah pembentukan diri seorang manusia untuk dapat menjalankan sebuah peran selama waktu yang telah ditentukan di alam dunia.
Kalau kita ringkas, maka sempurnanya diri seorang manusia adalah ketika di dalam dirinya secara bersamaan terdapat empat anasir diri yang berbeda, yaitu BADAN, NYAWA, RUH, dan HATI. Badan dan Nyawa boleh dikatakan SELALU BERSAMA di dalam tubuh manusia selama HAYAT masih dikandung badan.
Akan tetapi untuk RUH dan HATI, baik secara bersama-sama, maupun secara sendiri-sendiri, mempunyai beberapa Alternatif tempat dimana ia berada. Kalau RUH dan HATI itu sedang bersama-sama, maka ia bisa disebut sebagai JIWA atau NAFS. Akan tetapi kalau masing-masingnya berada pada tempat yang berbeda atau terpisah, maka ia disebut hanya sebagai RUH saja, atau HATI saja.
Jadi sekarang sudah sangat jelas apa-apa anasir pembentuk diri setiap manusia. Kalau kita berbicara tentang RAGA maka yang kita bicarakan itu adalah NYAWA dan TUBUH berikut dengan segala anggota dan panca indera yang ada pada tubuh tersebut.
Sedangkan kalau kita berbicara tentang JIWA, atau Tubuh Yang Halus, atau Tubuh yang tidak tampak oleh mata, atau NAFS, maka yang kita maksudkan itu adalah RUH dan HATI secara satu kesatuan. JIWA atau NAFS itu bukan lah Hati saja, dan bukan pula Ruh saja. Jiwa itu adalah kedua-duanya sekaligus. HATI dan RUH.
Oleh sebab itu perhatian kita sudah menjadi sangat sederhana ketika kita berbicara tentang HATI manusia. Mau disebut apa saja, misalnya Lubuk Hati yang Terdalam, Hati Nurani, Hati yang halus, Hati Batin, Hati yang di dalam dada, Qalb, Fu’ad, Bashirah, Akal, Fikr (Si berpikir), Dzikr (Si ingat), Sadr (si Sadar), dan sebagainya, maka yang dimaksudkan itu adalah HATI yang satu itu juga. Sebab tidak ada banyak hati di dalam diri kita. Perbedaan nama-nama tersebut diatas hanya terjadi karena terjadinya perbedaan Aktifitas dan Letak dari Hati tersebut saja. Karena memang Hati itu bebas bergerak kemana saja dan beraktifitas apa saja.
Akan tetapi kebebasan HATI itu tetap tidak bisa lepas dari ILHAM yang diturunkan oleh Allah ke dalam Hati itu sendiri.
Bersambung…