IHSAN, ADALAH PAGAR HATI KITA DALAM SEGALA AKTIFITAS…
Kalau di dalam shalat kita berhasil mendapatkan suasana IHSAN, maka dalam kehidupan sehari-hari diluar shalatpun insyaallah kita akan BISA bersikap IHSAN pula. Kita akan BERPUASA dengan ihsan, kita akan membayar ZAKAT dengan ihsan, kita akan melaksanakan HAJI dengan ihsan, kita akan BERDZIKIR dengan ihsan. Kita akan bergaul di dalam keluarga secara IHSAN, kita akan bermasyarakat dengan sikap IHSAN, kita akan bekerja secara IHSAN.
Khususnya dalam BERDZIKIR, sebelum kita mengucapkan kalimat-kalimat dzikir, kita TIDAK perlu lagi mengatur-ngatur OBJEK PIKIR kita terlebih dahulu agar OBJEK PIKIR itu bisa menjadi TUNGGAL. Misalnya, dengan cara pengaturan NAFAS, dengan bantuan titik-titik LATHAIF. Sebab makna kalimat dzikir itu yang sebenarnya bukanlah sebuah kalimat yang kita ucapkan berulang-ulang untuk mendapatkan sebuah sensasi rasa. Tapi kalimat dzikir itu adalah ungkapan kita atas keadaan yang sedang menyelimuti dada kita.
Misalnya, untuk mendapatkan sebuah rasa syukur, kita bisa mendapatkannya dengan dua cara:
Cara pertama, kita atur-atur objek pikir kita menjadi objek pikir tunggal seperti dengan mengamati dan mengikuti gerak keluar masuknya nafas kita, atau dengan berkonsentrasi ke lathaif tertentu, kemudian kita membaca berulang-ulang kalimat ya Allah…, Ya Syakuur… Boleh jadi setelah itu kita memang akan merasakan sebuah rasa atau suasana di dalam dada kita. Akan tetapi, karena diawalnya kita memulainya dengan keinginan untuk merasakan rasa syukur, ketika ada sebuah rasa muncul, maka kita sebutlah rasa itu sebagai rasa syukur. Jadi rasa syukurnya itu adalah rasa akibat dari proses pikiran.
Cara kedua, kita menunggu Allah menurunkan Riqqah rasa syukur itu kedalam dada kita. Seperti kisah yang terjadi dibawah ini:
“10/15/2013 05:27: Pak Salim, kemaren ada 4 orang ustad (umur 50 tahunan) dari Padang Panjang yang datang ke Bukittinggi, berlatih dan mendapatkan Riqqah. Mereka sudah kemana mana juga mencari Islam. Ada yang tamatan Gontor, IAIN, Tarekat, dan lain lain, tapi mereka mengaku tetap belum bertemu apa yang dicari.
Setelah berlatih dan mendapatkan Riqqah, mereka hanya berkata: “hari ini baru saya merasakan Ada Allah, hari ini saya baru IHSAN.
Dan dalam tahajud barusan, Allah ternyata juga menyatakan Terima Kasih Beliau kedalam dada saya. Rasanya nikmat sekali. Nikmat sekali pak. Ternyata Allah selalu menyatakan Terima Kasih (Syukur) Beliau untuk setiap kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain. Apa lagi kebaikan itu adalah mengenalkan Allah kepada mereka.
Sungguh Asy Syakuur adalah Nama dan Sifat Allah yang nyata. Ya Allah…, Ya Syakuur…, ya Allah…, ya Syakuur…”
Untuk cara pertama, kita melakukan olah pikir dan dzikir terlebih dahulu, lalu kemudian baru kita mendapatkan rasa. Tapi belum tentu rasa yang kita dapatkan itu adalah rasa yang sebenarnya. Boleh jadi rasa yang kita dapatkan itu adalah rasa akibat dari hasil HIPNOSA pikiran kita sendiri.
Sedangkan untuk cara kedua, kita cukup hanya berbuat amal shaleh saja dalam posisi IHSAN, kemudian pada saat-saat tertentu Allah akan menurunkan balasannya kepada kita berupa Riqqah yang didalamnya memuat rasa yang berbeda-beda. Rasa itu sendirilah yang akan kita ucapkan ketika kita berdzikir.
Dalam contoh diatas, misalnya, kalimat Asy Syakuur itu muncul dari bibir kita karena kita memang merasakan sekali rasa Syukur Allah itu masuk kedalam dada kita. Rasa ketika Allah mengenalkan Diri-Nya sebagai Asy Syakur itu akan sangat berbeda sekali dengan rasa ketika Allah ingin mengenalkan Diri-Nya sebagai Al Jalal atau Al Jamal-Nya. Cobalah kalau tidak percaya.
Selanjutnya, kalau kita punya masalah, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, kita lakukan saja SHALAT untuk minta petunjuk dan tuntunan kepada Allah, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, pasti masalah kita akan selesai. Nggak ada yang tidak selesai. Semua selesai. Cuma selesainya menurut “Pikiran dan Kemauan Allah”, bukan menurut pikiran dan kemauan kita. Dan selesainya itu ada RASA selesainya. Kita sangat Ridho dengan penyelesaian dari Allah itu. Ada riqqah, ada rasa nikmat, ada rasa “suueeejuukk” yang menembus masuk kedalam dada kita. Masak punya masalah datang ke dunia perdukunan, baik yang tradisional maupun yang ada nuansa modernnya seperti Hipnotis, Hipnoterapy, dan yang sejenisnya.
Sebab Allah sendiri yang menyampaikan rahasia tentang bagaimana cara agar kita mendapatkan pertolongan Allah:
“Wasta’iinu bishshabri washshalah…, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya sabar dan shalat itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, yaitu orang-orang meyakini bahwa mereka saat itu menemui Tuhannya, dan bahwa saat itu mereka kembali kepada Tuhannya”. (Al Baqarah 45, 46)
Jadi kalau punya masalah, sabarlah (beriman pada TAKDIR Allah), lakukan SHALAT dengan IHSAN, akan ada Riqqah dan solusinya. Selesai deh masalah kita dengan cara yang tidak kita duga-duga.
Tegasnya…, dengan bersikap Ihsan, ada Allah di depan kita, masihkah kita berani untuk mencuri?, untuk korupsi?, untuk bermaksiat?, untuk suap menyuap?, untuk kongkalingkong?, untuk bertengkar?, untuk culas, untuk bergunjing?, untuk malas?, untuk tidak berkarya?, untuk marah-marah?, untuk mengumbar syahwat?, untuk dengki dan tamak?, untuk bakhil dan kikir?, untuk sombong?, untuk angkuh?, untuk lalai dalam shalat?, untuk tidak khusyu?, untuk tidak taqwa?, masihkah…?.
Dan yang tidak kalah pentingnya, kalau sudah Ihsan, ada Allah di depan kita, masih adakah ruang buat kita untuk bermain-main dengan perjalanan-perjalanan jiwa yang menipu dan melalaikan?. Perjalanan jiwa yang sangat-sangat bersentuhan dengan alam Jin dan Syetan. Seperti melakukan perjalanan ASTRAL, OBE, merogo Sukmo, dan bermain-main dengan Jiwa kita sendiri dan jiwa orang lain melalui praktek Hypnotis dan Hipnoterapy dan sejenisnya, yang kesemuanya itu “sebelas dua belas” saja sebenarnya dengan dunia perdukunan, tapi perdukunan yang telah dikamuflase dengan istilah-istilah modern dari Barat.
Sebab ternyata semua perbuatan buruk seperti itu dan perjalanan jiwa yang menipu dan melalaikan itu hanya akan bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak IHSAN saja. Orang yang merasa bahwa “TIDAK ada Allah DIDEPANNYA”. Orang yang tidak takut kepada Allah. Ia hanya takut kalau ada orang lain yang melihat perbuatan buruknya itu. Untuk menutup keburukannya itu, maka dia akan pura-pura berbuat baik di depan orang lain. Ia berbuat dalam keadaan hatinya terisi rasa RIA. Dan selama dia berbuat baik dalam keadaan ria itu, ia akan merasakan rasa capek dan lelah sekali.
Sungguh, IMAN, ISLAM, dan IHSAN adalah satu paket utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan dalam kehidupan kita sepanjang masa. Ia ibarat “tiga tungku sejarangan” yang akan memasak kehidupan kita di dunia ini untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Kurang satu, maka masalah besar segera menunggu kita. Kita menjadi sengasara dunia-akhirat.
Dan IHSAN khususnya, akan memagari kita agar terjauh dan terpelihara dari segala bentuk aktifitas yang akan menjauhkan kita dari Allah. Bagaimana kita akan BERPALING ke wujud atau wajah yang lain, kalau Allah ADA di depan kita. Nggak akan…!. Karena Allah akan selalu MENYAPA kita dengan Riqqah-Nya, yang membuat kita selalu RINDU untuk bersama-Nya…, kita selalu MENGHARAP tuntunan-Nya, kita TAKUT kalau-kalau Dia tidak berkenan terhadap apa-apa yang kita lakukan, kita TAKUT kalau Dia meninggalkan kita, kita MALU untuk berpaling dari Wajah-Nya, kita HARAP dan CEMAS menunggu Rahmat-Nya, kita… jadi kehilangan kata-kata dihadapan-Nya…, ya Allah…, ya Allah… Pantas Rasulullah selalu menangis dalam shalat Tahajud Beliau, Abu Bakar menangis dalam shalat Beliau, para wali Allah dan para Shalihin menangis dalam shalat mereka
Sebagai penutup,
Riqqah adalah sebuah tanda yang dikirimkan oleh Allah kedalam dada kita bahwa Dia telah menerima kita, Allah telah ridha atas apa-apa yang kita lakukan dihadapan-Nya. Selama Allah belum menerima dan ridha kepada kita, jangan harap riqqah itu akan masuk kedalam dada kita. Tapi kalau riqqah itu ada, maka terjadilah proses di dalam dada kita. Hati kita terasa lembut dan bergetar. Kulit-kulit kita merinding. Kemudian hati kita menjadi lapang, siap untuk menerima Hidayah atau petunjuk-petunjuk Allah.
“Allah telah menurunkan (nazzala) sebaik-baik perkataan berupa kitab yang serupa mutu ayatnya secara berulang-ulang, menjadi merinding karenanya kulit-kulit orang-orang yang mereka takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi lembut dan condong (talinu) kulit-kulit mereka dan dan hati mereka kepada mengingat Allah. Demikian itulah (cara) petunjuk Allah (turun). Dia memberi PETUNJUK dengan kitab itu kepada siapa yang yang Dia kehendaki, dan adapun siapa yang Allah sesatkan dia, maka tidak akan ada petunjuk baginya dari siapapun yang ingin memberinya petunjuk”. (Az Zumar 23).
Ustad Abu Sangkan pernah menerangkan dalam sebuah wejangan Beliau:
“Pada saat itu Ubay bin Ka’ab sedang membaca Al qur’an di sisi kanjeng Nabi Saw, tiba-tiba hati nya terasa “Al iqsi’raru wa taghayyuru fil jildin insani”, yaitu ada rasa lembut dan bergetar hatinya karena takut kepada Allah sehingga Rahmat Allah turun kedalam hati Ubay bin Ka’ab. Kadaan ini disebut ada Riqqah.
Tampak kelembutan dan kebahagiaan yang terpancar pada raut mukanya yang sudah mulai keriput.
Nabi bersabda ketika ditanya oleh salah satu sahabat : “bagaimana kami bisa mendapatkan keadaan hati yang dibukakan oleh Allah?.
“Qaala : idza dakhala nur Al qalba insaraha wan infasaha.” Apabila nur Allah masuk ke hati maka hati menjadi lapang dan lega. Nur Allah itu bukan sebuah kekuatan yang sampai mengguncang badan sampai terjatuh-jatuh. Tetapi kelembutan yang sangat halus yang kemudian melunaknya hati (layyinul qalb). Sebab kalau yang sampai terjungkal-jungkal itu berasal dari kekuatan emosinya yang sangat kuat. Makanya bagi nenek-nenek tidak mungkin mendapatkan keadaan yang sampai terjungkal-jungkal itu.
Bagi anak muda yang kuat emosinya maka ia akan bergetar semacam kesurupan dan terjatuh-terjatuh.
Kata Siti Asma binti Abu Bakar ketika ditanya soal ahli dzikir yang sampai terjatuh-jatuh, beliau menjawab “A’udzubillahi minasy syaithaanirrajim”. Aku tidak pernah melihat Rasulullah dan Sahabat melakukan hal seperti itu.
Lalu mengapa hal terjungkal-jungkal itu bisa terjadi?. Itu karena dorongan dari hawa nafsunya yang sangat besar, bukan dari getaran uluhiyah.
Terbukti ketika yang ikut anak muda getarannya makin keras, bagi yang emosinya sedang tinggi atau yang sedang ada rasa kecewa dihatinya, pasti teriakannya akan makin kuat. Itu bukan riqqah dan bukan pula rahmat.
Makanya tidak ada perubahan pada perilaku hatinya. Bahkan ia akan sulit untuk masuk ke alam ruhani. Karena alam ruhani hanya dapat dimasuki oleh hati yang ridho. Dan jiwa yang dapat ridho ini, salah satu penyebabnya adalah adanya ridho dari kedua orang tuanya.
Ridho ini tidak bisa ditangkap oleh hati yang keras dan sombong, dan tidak bisa pula ditembus dengan hawa nafsu”.
Alhamdulillah…,
Ya Allah…, maafkan hamba kalau hamba salah dalam menuliskan kalimat-kalimat ini. Sungguh hamba hanyalah orang yang bodoh tanpa ada Petunjuk dari-Mu.
Ya Allah…, bagi siapapun yang membaca artikel ini, berilah dia Hidayah-Mu, Petunjuk-Mu.
Ya Allah…, mohon sampaikan salam kami dan kerinduan kami kepada Rasulullah dan Keluarga Beliau, kepada para sahabat Beliau, dan kepada para Shalihin sepanjang zaman.
Ya Allah…
Wallahu a’lam
Selesai
Deka….