Dengan IZIN Allah, terjadilah apa yang harus terjadi. Dengan sentuhan-sentuhan peran Iblis, Adam dan istrinya Hawa pun akhirnya memakan “buah terlarang” yang tadinya tidak boleh mereka makan. Begitu memakannya, seketika itu pulalah Adam dan Hawa “terlempar” ke muka bumi untuk memulai tugas dan perannya untuk menjadi cikal bakal bagi lahirnya peradaban umat manusia sampai kepada zaman kita sekarang ini dan di masa-masa yang akan datang.
Dari RAHIM Hawa kemudian lahir pulalah anak-anak Beliau yang nantinya akan menurunkan pula keturunan-keturunannya untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Sejak saat itu umat manusiapun berkembang biak, peradabanpun berkembang. Ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu kedokteranpun berkembang dengan sangat cepat dan mencengangkan. Apa-apa yang tadinya sulit dan tidak mungkin untuk terjadi dan dilaksanakan, menjadi mudah dan mungkin. Makin lama hidup umat manusia yang pada awalnya sangat sulit dan keras menjadi semakin mudah dan nyaman.
Walaupun setting waktu dan lokasinya bisa berbeda-beda, namun peran-peran di panggung sandiwara itu harus tetap berjalan sesuai dengan skenario awal. Harus ada yang berperan untuk peran yang baik, yang jahat, yang kuat, yang lemah, yang sukses, yang gagal, yang gembira, yang sedih, yang bahagia, yang nestapa, dan peran-peran lainnya. Ada peran-peran yang dipermudah dengan jalan ILHAM FUJUR, dan ada peran-peran yang dipermudah dengan jalan ILHAM TAQWA.
Malaikat sudah jelas perannya, yaitu untuk simbol bagi peran yang baik-baik saja. Begitu juga Iblis, perannya sudah selalu mengikuti jalur keburukan dan kekafiran. Mau tidak mau malaikat dan iblis harus begitu. Itulah destiny mereka sampai dengan semua skenario di dalam pertunjukan Sandiwara selesai dipergelarkan. Sampai semua ciptaan natinya suatu SAAT akan kembali Musnah, sehingga yang WUJUD akhirnya hanyalah semata-mata DZAT Yang Maha Agung, DZAT Yang Maha Indah. Sebab Dialah Awal dan Dialah Yang Akhir. Allah…
Peran bintang-gumintang, matahari, bulan, bumi, gunung-gunung, samudera, lembah dan sungai, angin, awan, hujan, tumbuhan dan pepohonan, hewan, dan ciptaan lainnya pun sudah jelas pula. Semuanya hanyalah berperan sebagai penyangga, pemanis, latar belakang, dan tanda-tanda peristiwa untuk setiap skenario yang akan dijalankan oleh pemeran utama, yaitu umat manusia.
Sekarang tinggal kita mencoba untuk memaknai dan memahami peran umat manusia sesuai dengan skenario atau TAKDIR yang telah ditetapkan untuk masing-masing manusia pada zamannya sendiri-sendiri pula. Dengan memahami takdir ini, kita tidak akan pernah lagi berbuat ONAR, GADUH atau MAKAR dengan sesama manusia maupun dengan Allah.
Setelah Adam dan Hawa terzahir, kemudian:
… sedikit dari Dzat-Nya yang sedikit, terzahir pula menjadi para Nabi dan Rasul pada zamannya masing-masing. Diantara lebih dari 124.000 Nabi-nabi dan Rasul-rasul, ada dua puluh lima orang yang yang diterangkan di dalam Al Qur’an dan Al Hadist, yang antara lain adalah: Adam, Idris, Nuh,…, Ibrahim, Isma’il, …, Musa dan Harun…, Sulaiman, …, Isa…, dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad Saw. Disamping itu ada pula nama Khidir As., yang sangat fenomenal dizaman Nabi Musa As.
Peran yang harus dijalankan oleh semua Nabi dan Rasul itu adalah sama, yaitu untuk mengingatkan kembali umat manusia tentang Dzat Wajibul Wujud yang menjadi sebab musabab terciptanya semua manusia dan semua ciptaan yang ada di Lauhul Mahfuz, sehingga akhirnya mereka pun bisa kembali bermakrifat kepada Allah. Sebab ternyata pada zaman masing-masing Nabi dan Rasul itu, ada pula sebagian besar dari umatnya yang telah ditakdirkan Allah untuk berperan sebagai orang-orang yang LUPA tentang Dzat Wajibul Wujud ini…
Pada sisi lainnya, para Nabi dan Rasul itu memberikan contoh yang sangat pas dan sempurna pula tentang bagaimana seharusnya setiap manusia bersikap dalam menghadapi berbagai cobaan dan penderitaan hidup. Bagaimana sikap mereka untuk sabar, untuk menerima semua takdir yang menimpa mereka. Ada takdir Nabi Nuh yang dihadapkan dengan Anak Beliau yang tidak mau mengikuti Beliau untuk naik keperahu ditengah-tengah banjir bah, sehingga anak Beliaupun meninggal, Ada takdir Nabi Ibrahim yang diberikan perintah oleh Allah untuk menyembelih anak Beliau, Nabi Ismail. Ada takdir Nabi Ayub yang harus mengadapi penyakit kulit yang sangat parah. Ada takdir Nabi Yunus yang hidup sekian lama di dalam perut ikan paus. Ada takdir berliku yang harus dialami oleh Nabi Musa. Ada takdir yang sangat menyengsarakan secara lahiriah yang harus dialami oleh Rasulullah saw dalam kehidupan Beliau.
Namun, dalam menghadapi semua itu, Beliau-beliau hanya berkata: “inna lillahi wainna ilahi rajiun…, semuanya berawal dari Dzat (Allah) dan kembali kepada Dzat (Allah), dzalika taqdirul ‘azizil ‘alim…, sesungguhnya semua ini adalah takdir, ketentuan, dari Dzat Yang Memiliki Mutlak Kegagahan dan Maha Mengetahui”.
Dan selanjutnya, apapun juga yang Beliau-beliau lakukan, semuanya itu semata-mata adalah akibat dari adanya Wahyu atau Ilham, atau petunjuk tentang bagaimana seharusnya Beliau-Beliau bersikap kepada Allah. Makanya Beliau-beliau sangat mudah sekali dalam menjalankan semua kebaikan dan ketaqwaan. Semua itu tanpa usaha, tanpa berpikir, tanpa bersusah payah, tanpa rasa takut dan khawatir.
Sebagai partner, atau teman berperan, tempat kemana Beliau-beliau nanti akan menyampaikan pesan-pesan dan petunjuk dari Allah, dan juga sebagai lawan tanding untuk menggembleng kekuatan dan kesempurnaan Beliau-Beliau itu dalam berbagai keadaan, maka…
… sedikit dari Dzat-Nya yang sedikit, terzahir menjadi para kafirin, para fasikin, seperti FIR’UN, QARUN, NAMRUD, dan pengikut-pengikut mereka semua. Mereka pun, tanpa ada yang bisa menolaknya, harus menjalankan peran-peran mereka dengan sangat sempurna. Sebab mereka juga akan selalu dicurahkan ILHAM tentang KEFUJURAN. Petunjuk dan tuntunan untuk berbuat FUJUR. Takdir membuat mereka harus berkata-kata dan berbuat kefujuran dengan sangat mudah. “Ana rabbakumul a’la”, kata Fir’aun dengan sangat lancar. Namrud dengan sangat mudah dan pas tersangkut di penyembahan berhala. Qarun dengan sangat tepat dan mudah terhijab dengan hartanya. Abu Jahal dan Abu Lahab dengan sangat lancar dan sempurna menjalankan perannya untuk berbuat jahil kepada Rasulullah saw dan umat islam dizamannya.
Si jahat dengan mudah melenggang kangkung dengan kejahatannya. Si pembunuh begitu mudahnya untuk membunuh sesama manusia. Si pencuri dan si koruptor dimudahkan jalannya untuk mencuri dan korupsi. Bahkan mereka difasilitasi oleh Allah dengan berbagai jabatan, kedudukan, dan ilmu pengetahuan yang nantinya akan memudahkan mereka untuk mencuri dan korupsi itu. Sungguh para pemeran peran antagonis itu menjalankan skenario, yang telah dilekatkan ke batang lehernya masing-masing, dengan begitu pas dan sempurna. Tanpa cacat…
Bersambung