Semua jalan yang akan ditempuh oleh umat manusia adalah sesuatu yang sudah diijinkan oleh Allah untuk Terhampar. Semuanya sudah dirancang Allah untuk terzahir pada saatnya. Bagi seseorang, tidak ada yang bisa mengubah jalan yang sedang atau yang akan dilaluinya kalau memang itu sudah dituliskan tidak berubah. Rancangan Allah itu sangat kokoh. Tidak bisa ditembus oleh ilmu motivasi sekelas apapun juga.
Ilham akan mengindoktrinasi kita agar kita TETAP berada pada jalur takdir kita sejak dari kita mulai bangun tidur sampai dengan kita tidur kembali, bahkan kadangkala kita masih diindoktrinasi sampai melalui alam mimpi. Indoktrinasi itu tambah diperkuat lagi dengan kita seperti dibuatkan berbagai alasan yang bagi kita itu sangatlah logis dan masuk akal. Faal amaha fujuraha wa taqwaha… Pasti…
Misalnya, sejak bangun tidur saja, bagi yang beragama islam, kita sudah diindoktrinasi dengan turunnya Ilham yang mengingatkan kita bahwa kita adalah orang islam. Tidak hanya itu, islam yang sedang kita lalui itu seperti akan apa, juga akan diindoktrinasikan kedalam hati atau minda kita setiap detik dan setiap waktu. Makanya kita akan melihat Islam itu penuh dengan warna dan nuansa. Walau semuanya mengaku menyontoh Nabi yang sama, Muhammad Saw, memakai ayat Al Quran dan hadist yang sama, akan tetapi tetap saja pelangi yang berwarna warni itu ada. Pasti.
Indoktrinasi Allah dalam bentuk ilham itu akan memberikan pengertian dan kepahaman bagi kita sebatas apa-apa yang Allah telah tetapkan untuk bisa kita pahami dan mengerti. Dengan kepahaman dan kemengertian yang dilhamkan Allah kepada kita itulah kita akan menjalani takdir kita secara sendiri-sendiri. Walaupun kita bisa saja hidup dan melakukan aktifitas secara berkelompok-kelompok, namun pada hakekatnya tetap kita secara sendiri sendirilah yang sedang menjalankan peran kita itu sebatas pengertian dan kepahaman yang ada pada kita.
Misalnya, dalam shalat berjamaah, walaupun bacaan kita bisa sama dan gerakan tubuh kita bisa serentak, atau bahkan mata kita bisa sama-sama terpejam pula, namun ingatan kita akan berjalan-jalan sesuai dengan kepahaman dan kemengertian yang ada pada kita. Dan dalam hal kualitas ingatan kita di dalam shalat inilah yang akan membedakan kualitas shalat kita antara orang perorang. Kualitas ingatan yang tertinggi di dalam shalat adalah ingatan yang selalu bisa bertahan, FOKUS, dari awal sampai akhir shalat untuk hanya INGAT KEPADA ALLAH.
Kita akan sulit untuk berubah agar kita bisa fokus dalam mengingat Allah di dalam shalat itu kalau kita sedang dihentikan melalui ilham pada pengertian dan kepahaman bahwa kita tidak akan mungkin bisa fokus untuk mengingat Allah itu karena ini dan itu, karena begini dan begitu. Indoktrinasi seperti itu tiba-tiba muncul saja di dalam ingatan kita. Alasan yang sangat-sangat tepat juga telah tersedia tepat pada waktunya untuk memperkuat penolakan kita itu.
Bagi orang yang BUTA, dia melihat bahwa dialah yang berpikir, dialah yang mengingat, dialah yang membuat logika, dialah yang menetapkan, dialah yang memutuskan, dialah yang paham, dialah yang mengerti. Sedangkan orang lain dilihatnya ada yang mengerti dan ada yang tidak, ada yang paham dan ada yang tidak, ada yang sesuai dengan logikanya dan ada yang tidak, sehingga diapun mau tidak mau akan selalu berbantahan dengan orang lain. Ia akan memaki, ia akan meradang, ia akan marah, ia akan menyesatkan atau membenarkan sesuatu sesuai dengan kepahaman dan pengertian yang ada padanya, dan sebagainya.
Yang lebih parah lagi adalah, dengan pengertian dan kepahaman yang ada pada dia, Allahpun ingin dia lawan. Allahpun ingin dia perintah-perintah agar Allah memahami dan mengerti dia. Inikan sama saja dengan karyawan yang sedang melawan tauke. Ya tersiksalah dia jadinya.
Itulah yang terjadi pada orang-orang yang BUTA. Karena orang yang buta itu adalah orang yang merasa bahwa dirinya adalah WUJUD. Bukti dari kewujudannya itu adalah dia merasa punya kepemilikan atas SECUIL kepahaman dan kemengertian yang diberikan oleh Allah untuknya dalam menjalani takdirnya sebagai seorang yang buta. Yang buta itu bukan matanya, tapi matahati yang tidak melihat, hatinyalah yang tidak bisa paham dan mengerti.
Sedangkan bagi orang yang sudah TIDAK BUTA, dia tidak melihat lagi perbedaan demi perbedaan itu sebagai suatu masalah yang perlu dia pikir-pikirkan, dia renung-renungkan, dan dia pertanya-pertanyakan. Matahatinya sudah tajam melihat pada Hakekat. Hatinya sudah paham. Karena dia sudah menyadari bahwa sebenarnya dirinya tidak wujud. Yang wujud adalah sedikit Dzat-Nya yang sedang menzahirkan tugas-tugas bagi para mengemban peran dan tanggung jawab dalam sebuah jalur takdir yang sangat ketat dan kokoh.
Yang dia lihat dari semua perbedaan itu ternyata hanyalah sebatas perbedaan sifat-sifat saja karena adanya perbedaan kepahaman dan kemengertian yang terjadi atas SEDIKIT Dzat-Nya yang telah Dia beri sifat-sifat. Bukan hanya itu, dia malah sudah menghapuskan semua sifat-sifat itu. Dia telah Nafikan segala sifat, dan mengisbatkan kewujudan pada Dzat.
Tatakala semua sifat sudah dia nafikan, maka hilang pulalah segala atribut yang melekat pada sifat-sifat itu. Dengan lenyapnya segala atribut-atribut, maka yang tinggal adalah semata-mata Dzat yang tidak seumpama dan tiada serupa. Laa maujud illa Dzatillah. Dzat Yang sedikit. Dan Dzat yang sedikit itu tiada lain hanya bermakrifat kepada Allah, Dzat Yang Maha Indah.
Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?. Apakah sama orang yang diberi pengetahuan dan pengertian dengan orang jahil?.
Wallahu a’lam…