Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Juni, 2021

MASA DEWASA-TUA

Begitulah, sampai  juga, jika di dalam kitab takdirnya seorang anak akan menjalani masa-masa nya kelak sebagai seorang ILMUAN, atau AGAMAWAN, atau PEDAGANG (BISNIS), atau PEKERJA KANTORAN, maka ia akan dipermudah untuk menjalani takdirnya itu. Sekolah-sekolah yang menjurus kepada jalan takdirnya itu akan dimasukinya dengan mudah ataupun awalnya sulit tetapi kemudian jadi mudah juga baginya. 

Perubahan yang sangat besar terjadi adalah Zona Nyamannya juga mulai tercerabut dari Zona Nyaman Keluarga (ibu-bapaknya, kakak-beradiknya) menjadi Zona Nyaman terhadap dirinya Sendiri. Apalagi dengan Zona Nyaman Ketuhanan, ini akan semakin hilang. Ia akan masuk ke zonya nyaman dengan dirinya sendiri. Cara dan gaya hidupnya sendiri, hartanya sendiri, keluarga (anak istri/suaminya sendiri. IT IS I, THESE ARE MINE.

Perbincangan seorang Ayah dengan anaknya berikut ini bisa diikuti tentang bagaimana yang dimaksud dengan munculnya zona nyaman terhadap Diri Sendiri ini.

“Apakah kamu sudah mengenal dirimu”, tanya Ayahnya sambil tersenyum.

“Itu dia Ayah, Ananda memang mengenal berbagai cara yang katanya adalah untuk bisa mengenal diri Ananada, dan Ananda juga sudah pernah mencoba berbagai cara itu untuk mengenal diri Ananda sendiri. Tetapi setiap kali Ananda mencoba menyelami diri Ananda, maka yang Ananda temukan adalah selalu saja hanya ada “aku”. Kemanapun Ananda pergi, “aku” di dalam diri Ananda ini selalu ada”. Ada yang wujud yang selalu mengaku-ngaku.

“aku wujud”, kata “aku” itu Ayah.

“aku adalah seorang karyawan”,

“aku adalah bos”, dan berbagai atribut lain yang saling berebutan untuk mengaku sebagai “aku” itu.

Saat Ananda dirumah, “aku” ini juga ada.

Saat Ananda bekerja dikantor, “aku” ini juga ada.

Saat Ananda dalam pergaulan bermasyarakat, “aku” ini juga ada.

Saat Ananda pergi ke berbagai tempat, “aku” ini selalu ada. Seakan-akan “aku” ini tidak mengenal tempat. Ia selalu ada dimana saja Ananda berada”.

“Dimanapun Ananda berada, kadangkala, “aku” itu BISA pula mengingat, berpikir, mengetahui, memahami, merenung, melihat, mendengar, merasakan, dan juga bisa bergerak.

Akan tetapi kadangkala “aku” itu juga BISA lupa, bodoh, tidak tahu, bingung, dungu, buta, tuli, tanpa perasaan, dan tidak bisa bergerak. Hal ini seperti ketika Ananda tidur atau pingsan saja, dimana Ananda tidak tahu dan tidak bisa apa-apa”, ujar sang anak seperti membongkar apa-apa yang ada di dalam ingatannya.

“Saat “aku” itu ada ditempat-tempat yang kamu sebutkan itu, apa yang kamu RASAKAN?”, tanya Ayahnya.

“Saat Ananda berada dirumah, misalnya, Ananda MERASA seperti MEMILIKI rumah itu. Lalu “aku” itu berkata “ini rumahku”.

“Oh ya…, yang aneh sekali Ayah, “aku” yang berada di dalam diri Ananda itu ternyata selalu merasa dan mengaku MEMPUNYAI berbagai KEPEMILIKAN. Misalnya: ini hartaku; Ini anakku; Ini suami/istriku; Ini keluargaku; Ini perusahaanku; Ini ilmuku; ini pemikiranku; ini persepsiku. Ini…, ini…, itu…, itu…; semuanya adalah punyaku, hakku, bagianku… Seakan-akan apa saja bisa diakui oleh “aku” ini menjadi miliknya. Aneh sekali kalau Ananda pikir-pikir Ayah”, kata sang Anak dengan penuh keheranan.

Ayahnya tersenyum,

“Kalau begitu bisakah Ayah simpulkan untuk sementara, apa-apa yang kamu sampaikan itu, bahwa kamu itu MERASA WUJUD, dan oleh sebab itu kamu MERASA MEMILIKI berbagai atribut yang kamu aku-akui sebagai MILIKMU?”.

“Ya begitulah yang Ananda rasakan Ayah, ketika Ananda ingin mengenal diri Ananda untuk pertama kalinya. Ananda merasa wujud. Ada ”aku” di dalam diri Ananda yang selalu mengaku dan merasa mempunyai kepemilikan atas apa-apa yang ada, baik yang di dalam diri Ananda ataupun yang ada diluar diri Ananda ”, jawab sang anak.

“Apakah kamu masih sanggup menjawab beberapa pertanyaan Ayah lagi sebelum kita berhenti?”

“Siap Ayah”.

Sebelum bertanya, Sang Ayah menyuruput dulu sisa-sisa kopi yang masih ada di gelasnya. Sedangkan sepotong ubi terakhir meloncat dari piring masuk kedalam mulut Anaknya. Malam itu terasa nyaman sekali bagi mereka berdua.

“Apa yang INGIN kamu lakukan dengan rasa wujud dan rasa kepemilikanmu itu Anakku?”

“KEINGINAN pertama yang muncul di dalam hati Ananda adalah, Ananda ingin PAMER kepada orang lain atas kewujudan dan kepemilikan Ananda itu. Ananda ingin orang lain TAHU bahwa Ananda ADA diantara mereka”.

“Selain itu, Ananda juga mempromosikan kepada mereka bahwa Ananda mempunyai beberapa atribut yang menjadi ciri khas dari keberadaan Ananda. Setiap kali ada hal baru yang menjadi milik Ananda, apakah itu materi, non materi, atau bahkan hanya sekedar pemikiran saja, maka Ananda ingin segera PAMER kepada orang lain. kata “aku” itu dari dalam pikiran Ananda”.

“Hoiiii.., ini aku lho…, ini adalah atributku, yang juga adalah milikku. Kata Ananda berkali-kali kepada orang-orang yang ada disekitar Ananda, dan juga melalui berbagai media yang sekarang sangat terbuka sekali”.

“Begitulah, Ananda ingin populer”, kata anaknya dengan sedikit rasa malu.

“Ha ha ha”, Ayahnya sampai terkekeh mendengar pengakuan anaknya itu.

“Setelah engkau pamer akan kepemilikanmu, apa yang ingin kamu dapatkan dari orang lain atas kepemilikanmu yang kamu pamer-pamerkan itu Anakku?’.

“Ananda segera saja ingin DISUKAI, DIPUJI, DIHORMATI, dan DIHARGAI, oleh orang lain atas berbagai atribut Ananda yang telah Ananda pamerkan kepada mereka itu. Ananda ingin dipuji, semakin dikenal, semakin dihargai oleh mereka sebagai si hebat, atau si kocak, si kaya, si lucu, si tahu, si ini, atau si itu. Singkat kata, Ananda ingin eksistensi Ananda dikenal luas kalau bisa oleh semua manusia”, kata anaknya dengan penuh semangat.

“Tentu kamu SENANG dengan semua pujaan itu?”.

“Aneh memang Ayah, begitu Ananda dipuja puji oleh orang lain, segera saja muncul perasaan bahwa Ananda lebih baik dari orang lain. Pujian demi pujian itu membuat Ananda merasa semakin eksis dan semakin lebih baik dari orang kebanyakan”.

“Akan tetapi Ananda tidak selalu senang Ayah. Malah Ananda sering lebih banyak tidak senangnya. Karena memang tidak semua orang ternyata yang bisa menyukai keberadaan Ananda serta mau menghargai atribut-atribut Ananda. Kalau sudah begitu, Ananda seperti DIBEBANI dengan perasaan tidak nyaman. Bawaannya emosional sekali”.

“Emosional yang bagaimana maksudmu?”.

“Nggak tahu juntungannya, Ananda kadang marah, uring-uringan. Ananda ingin rasanya berteriak kepada mereka. Ananda ingin bertanya kepada mereka “KENAPA” mereka seperti itu. Kenapa…, kenapa…, kenapa…. Pertanyaan kenapa-kenapa lainnya itu muncul bertalu-talu di dalam benak Ananda. Rasanya darah Ananda mendidih, dada Ananda terasa sempit, nafas Ananda memburu. Kalaulah orang yang tidak menghargai atau menghina Ananda itu ada didepan Ananda, maka Ananda ingin rasanya memukulnya sampai dia ampun-ampunan. Pokoknya badan Ananda serasa meriang. Duduk tidak enak. Berjalan seperti orang linglung. Muka Ananda mberengut. Ah… nggak enak betul rasanya Ayah”, kata Anaknya dengan wajah sedikit memerah.

“Ha ha ha, saat kamu bercerita begitu saja, Ayah sudah dapat merasakannya. Wajahmu langsung terlihat jelek, ha ha ha. Bagaimana kalau kamu berada dalam keadaan yang sebenarnya, tentu kamu lebih jelek lagi”, kata Ayahnya seperti menggodanya.

“Ah…, seperti ayah nggak pernah muda saja”, rajuk Anaknya.

Ia seperti tidak mau keduluan oleh pertanyaan Ayahnya, maka ia buru-buru bertanya;

“Sepertinya Ayah juga seperti itu dulu ya?. Kalau Ayah mengalami hal seperti itu, apa yang Ayah lakukan untuk meredakan keadaan itu?. Apakah Ayah berhasil untuk itu?”

“Lho kok malah kamu yang memberondong Ayah dengan pertanyaan begitu?. Kamu takut ketahuan ya, kalau Ayah menanyakan hal yang sama kepadamu, dan kamu malu untuk menjawab bahwa kamu belum berhasil untuk itu?”, sambut Ayahnya sambil terkekeh.

Dari Zona Nyaman Diri Sendiri ini, pada waktunya kemudian akan beribah menjadi Zona Nyaman Kawan Berkawan dan Zona Nyaman KESEKITARAN.

Bersambung

Read Full Post »