Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Desember, 2021

Pada zaman generasi pertama Islam tersebut TELAH terjadi perubahan yang radikal dari peradaban umat manusia, yaitu, Dari peradaban yang Jahiliyah menjadi peradaban yang cemerlang, dari hidup penuh angkara murka menjadi hidup yang berkasih sayang, dari pribadi yang saling bertengkar menjadi pribadi yang saling menghargai. Dari gelap terbitlah terang.

Selama dua abad setelah kewafatan Nabi Saw pun, Ilmu pengetahuan bisa berkembang dengan sangat menakjubkan. Pusat-pusat ilmu pengetahuan bisa tumbuh bak jamur dimusim hujan. Penemuan-penenemuan teknologi baru untuk kesejahteraan umatpun berkembang dengan pesat. Sebagai gambaran dapat dilihat pada grafik dibawah berikut ini.

Sedangkan perubahan perilaku, kejiwaan atau kerohanian para generasi pertama Islam itu bisa digambarkan sebagai berikut ini.

Namun pada perjalanannya, sejak 300-400 Hijriyah sampai berabad-abad kemudian, terjadilah titik balik yang sangat mengheran. Dimana peradaban Umat Islam seakan-akan terjun bebas menjadi peradaban yang tidak lagi mencerminkan peradaban umat yang terbaik seperti dizaman-zaman generasi awal Islam. Sungguh mengherankan….

Bersambung.

Read Full Post »

Kalau mau disederhanakan, generasi pertama Islam tersebut sangat tekun dalam beribadah dan melakukan amalan-amalan sunnah. Misalnya:

  1. Ibadah-ibadah wajib dan sunnah, mereka lakukan dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik yang bisa mereka berikan.
  2. Malam hari 1/3 malam terakhir sampai terbit matahari mereka bersengkang mata untuk shalat tahajud, dzikrullah (mengingati Allah), dan membaca Al Quran;
  3. Siang hari, walaupun hidup didaerah gurun pasir yang temperaturnya bisa berubah secara extrim, orang kaya ataupun miskin, seperti juga Rasulullah, mereka lebih banyak berpuasa mengikat perut, yang salah satu tujuan utamanya adalah untuk mengalahkan nafsu yang memang yang tidak pernah tidur.
  4. SEDEKAH dan hidup ZUHUD adalah keseharian mereka. Dengan mudahnya mereka bisa meninggalkan hal-hal yang tadinya merupakan kesukaan, kesenangan, dan kebanggaan dunia bagi mereka. Dengan mudah mereka membuang semua kendi-kendi minuman keras yang mereka miliki selama ini; mereka rela menceraikan puluhan istri yang mereka miliki untuk kemudian hanya menyisakan maksimum empat istri saja; mereka berhenti beternak dan jual-beli hewan babi. Bahkan mereka dengan mudah memberikan harta benda mereka untuk menyokong perjuangan Islam saat itu.
  5. Temperamen mereka yang tadinya keras dan kasar berubah drastis menjadi hati yang lembut dan lunak serta baik, bukan hanya kepada sesama sahabat, tetapi juga kepada penduduk lain disekitar mereka. Sungguh suasana yang egaliter sekali.
  6. Dalam beribadah, Mereka hanya menjalankan Syariat yang di contohkan oleh Rasulullah Saw. Mereka tidak berani menambah-nambahinya dengan aktifitas atau ibadah lainnya. Karena mereka sudah yakin bahwa ibadah-ibadah yang diajarkan Rasulullah Saw pastilah ibadah-ibadah yang termudah dilakukan dan diamalkan. Dan mereka tidak berani menambai-nambahi ibadah itu dengan ibadah-ibadah lain. Karena mereka sudah tahu bahwa pastilah tabahan itu akan menyulitkan mereka sendiri untuk melakukannya.
  7. Dengan modal pengenalan kepada Allah (makrifatullah) sampai kepada IHSAN, maka mereka sungguh TAKUT dan MALU kepada Allah Swt yang tak terlihat oleh mata mereka (Maha Ghaib). Mereka tidak ada masalah sedikitpun dengan ayat-ayat makrifatullah yang ada di dalam Al Quran maupun dalam Al hadist. Misalnya: Allah Yang Dzahir, Allah Yang Batin, tanpa mereka terjerumus kepada Pahaman Wahdatul Wujud seperti yang sudah diterangkan diatas.
  8. Saat mereka bermasalah dengan kehidupan mereka, mereka hanya berdoa kepada Allah. Mereka datang sejengkal kepada Allah, lalu mereka serahkan masalah mereka itu kepada Allah, sehingga hati merekapun lapang, karena masalah itu telah tidak ada lagi di hati mereka. Lalu mereka menunggu dengan penuh perhatian dan kewaspadaan terhadap jawaban-jawaban Allah Swt atas permasalah mereka yang diturunkan Allah Swt ke dalam hati mereka, atau bisa pula jawaban itu dikirimkan Allah Swt melalui tangan-tangan orang lain untuk membantunya, atau dengan terheran-heran mereka melihat bahwa persoalan mereka telah selesai dengan sendirinya.
  9. Ketika tidak ada permasalahan yang harus mereka selesaikan, maka dengan segera mereka menjalankan hari-hari mereka dengan ingat kepada Allah (dzikrullah), walau saat mereka berdiri, duduk diam, dan berbaring. Mereka seakan mampu hidup relaks, berada dalam keadaan meditatif dengan fokus hanya MENGINGAT ALLAH Swt, sehingga hati merekapun bersih dari berbagai sampah, sarap, dan bintik-bintik hitam.
  10. Saat berjalan, saat bekerja, saat berniaga dipasar, hati merekapun tidak ada masalah sedikitpun untuk tetap hanya berisikan Ingatan kepada Allah.

Namun, sebaik apapun amalan mereka, mereka tetap merasa HANYA seperti punguk yang sedang merindukan bulan kepada Allah Swt. Si punguk malah jauh lebih baik, karena ia masih bisa melihat bulan yang dirindukannya. Akan tetapi, Allah Swt yang dirindukan para Generasi Awal Islam itu TETAP tidak terlihat oleh mata dzahir mereka. Dia tetap Maha Ghaib.

Tapi, dengan berbekal Ilmul Yakin, mata hati sudah bisa menjadi sangat tajam melihat Kebenaran Allah Swt. Dalam beribadah, mereka seakan-akan bisa bisa melihat Allah Swt, atau paling tidak mereka bisa merasakan bahwa mereka dilihat oleh Allah Swt setiap saat. Inilah sikap Ihsan.

Bersambung

Read Full Post »

Hanya dalam hitungan bilangan tahun saja, Buah dari pengenalan kepada Allah Swt itu, mulailah muncul umat yang mampu MENGHORMATI, MEMULIAKAN, MENGAGUNGKAN, MENYUCIKAN Allah dengan sebenar-benarnya. Ketika kepada mereka dikenalkan oleh Rasulullah Saw akan KEWUJUDAN, KEBESARAN, dan KEESAAN Allah Swt, mereka langsung tersentak kaget, kagum, dan terguncang hebat. Sehingga dengan mudahnya mereka beruraikan airmata karena mereka dapat melihat KEBENARAN akan KEWUJUDAN, KEBESARAN, dan KEESAAN Allah Swt. Mata hati mereka telah menjadi Sangat TAJAM. Sehingga terbukalah tutup yang selama ini menutupi matahati mereka itu. Mereka telah melihat KEBENARAN. Kebenaran itu dengan seketika telah telah menghapus TUTUP yang menutupi matahati mereka selama ini yang telah membuat mereka selalu berada dalam keraguan dan kejahilan. Mereka juga dapat merasakan KEJALALAN (kemahahebatan) Allah Swt, dan kadangkala mereka dapat pula merasakan JAMAL (kemahaindahan) Allas Swt sehingga mereka bisa Asyik Masyuk dalam beribadah.

Saat itu, TIDAK ada sedikitpun masalah yang muncul dalam memahmi hubungan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya (makhluk). Saat itu BELUM ADA penyimpangan pemahaman yang mereduksi kemulyaan, keagungan, kesucian, dan kehormatan Allah Swt menjadi se-level dengan mahkhluk-Nya seperti dalam pemahaman Wahdatul Wujud dan pahaman Nur Muhammad. Nanti akan dibahas lebih detail bagaimana Pahaman Wahdatu Wujud dan Nur Muhammad ini semakin menjadi-jadi sejak 3 abad setelah kewafatan Nabi Saw.

Ya…, saat itu tidak dikenal adanya konsep Wahdatul Wujud, maupun Nur Muhammad. Karena memang Beliau (Rasulullah Saw) diutus untuk mengenalkan dan memulyakan Allah Swt. Bukan untuk kelak memulyakan Diri Beliau ataupun keturunan Beliau, apalagi untuk memulyakan wali-wali Allah yang justru sangat merebak 300 tahun setelah kewafatan Beliau.

Artinya, saat itu Tidak ada kata-kata syatahat yang mengaku bahwa diri mereka adalah Allah Swt. Begitu juga, Rasulullah Saw pun tidak pernah mengaku bahwa Beliau adalah Nur atau Roh Muhammad yang merupakan manifestasi atau tiupan dari Nur atau Roh Allah.  Tidak ada. Tauhid mereka benar-benar terjaga murni hanya untuk Allah Swt. Dan Nabi Muhammad Saw pun menyatakan bahwa Beliau hanyalah manusia biasa yang diberi Tugas oleh Allah Swt sebagai Nabi dan Rasul saja, sehingga Beliau memanggil orang-orang yang sezaman dengan Beliau sebagai SAHABAT Beliau.

Beliau juga hanya menyampaikan apa-apa yang Diwahyukan Allah kepada Beliau. Beliau bahkan tidak mengetahui kunci-kunci keghaiban, kecuali hanya sebatas apa-apa yang diberitahukan dan diwahyukan Allah Swt kepada Beliau. Sehingga saat itu pengkultusan atau penghormatan yang berlebih-lebihan kepada Pribadi Beliau sangatlah kecil, kalau tidak mau dikatakan tidak ada.

Ketika para sahabat Beliau itu punya masalah, mereka datang kepada Rasulullah untuk bertanya. Rasulullah tidak langsung menjawab pertanyaan mereka itu. Rasulullah diam sejenak. Beliau menunggu Wahyu dari Allah Swt untuk menjawab pertanyaan para sahabat Beliau itu. Mereka juga duduk bersama Rasulullah dengan harap-harap cemas menunggu apa-apa yang akan diwahyukan Allah Swt kepada Rasulullah untuk maslahat seluruh umat manusia kelak. Kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw semata-mata tumbuh karena status Kerasulan dan Kenabian Beliau. Bukan karena kehebatan dan kelebihan Beliau sebagai manusia dibandingkan dengan para Sahabat Beliau itu.

Hal ini adalah sangat penting sekali. Karena rusaknya agama Nasrani adalah karena umat Nasrani dikemudian hari mulai mengkultuskan Nabi Isa As, sampai-sampai Beliau dianggap sebagai Tuhan.

Umar bin Khattab sendiri, ketika Rasulullah Wafat sempat nyaris mengkultuskan Rasulullah Saw dengan menyatakan bahwa beliau menantang siapa saja yang menyatakan Rasulullah sudah wafat: “Demi Allah, Muhammad Shalallahu‘alaihi wa salam tidaklah wafat, akan tetapi beliau pergi kepada Tuhannya sebagaimana Musa bin Imran pergi. Selama 40 malam dia tidak bersama kaumnya, lalu dia kembali bersama mereka setelah dikira wafat. Demi Allah, Rasulullah akan kembali seperti Musa yang kembali kepada kaumnya. Maka, terpotonglah tangan dan kaki orang-orang yang mengira bahwa Rasulullah sudah wafat.” (HR. Bukhari, Ahmad, Nasai, Ibnu Sa’id dan Baihaqi).

Akan tetapi Abu Bakar As Shiddiq dengan lantang berkata: “Siapa yang menyembah Muhammad, ketauhilah bahwa Muhammad telah wafat. Dan, siapa yang menyembah Allah, ketauhilah bahwa Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.” Abu Bakar kemudian membaca firman Allah dalam Surah Ali-Imran ayat 114 dengan artinya: “Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.”. Lalu Umar Bin Khattab pun tersadar dan kembali bisa menerima kewafatan Rasulullah Saw.

Bersambung

Read Full Post »

DARI JAHILIYAH BERUBAH MENJADI UMAT TERBAIK

Rasulullah Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir dan juga sebagai Rahmatan Lil Alamin, tentu membawa tugas yang sangat berat. Yaitu untuk membuktikan bahwa apa-apa­­ yang Beliau sampaikan adalah sesuatu yang sangat berguna bagi umat manusia untuk bisa menjalankan Misi penciptaannya dengan sukses. Yaitu untuk bisa menyembah Allah Swt dengan tidak menysirikkan Allah dengan sesuatu apapun; untuk mengelola diri dan keluarga mereka dengan sebaik-baiknya; serta untuk kelak dikemudian hari bisa pula menjalankan fungsi kekhalifahannya yang tidak bisa dipikul oleh langit, bumi, dan gunung-gunung, yaitu untuk mengajak bangsa Jin, iblis, syaitan, dan konco-konconya untuk mau kembali beriman dan menyembah Allah Swt.

Untuk itu, Beliau di utus ditengah-tengah umat yang saat itu peradabannya sangatlah JAHILIYAH. Umat yang tidak kenal halal-haram, tidak kenal baik-buruk. Kemungkaran merajalela. Menyiksa untuk memaksakan kehendaknya, membunuh untuk mempertahankan keakuan dan kepemilikannya, membunuh anak perempuannya adalah hal yang sangat biasa. Meminum minuman yang memabokkan adalah hal yang lumrah. Kesombongan dan kecongkakan adalah pakaian mereka sehari-hari saja. Menipu dalam perdagangan terjadi dimana-mana. Perempuan dianggap barang mainan saja. Perbudakan adalah kelumrahan saja, dan berbagai hal lainnya yang benar-benar menjadi contoh yang nyata atas kejahilan peradaban umat manusia saat itu.

Dan yang lebih parah lagi adalah bahwa menyembah berhala merupakan hal keseharian saja pada saat itu. Ka’bah dipenuhi dengan berhala-berhala seperti Lata, Uzza, dan Manah. Bahkan untuk merendahkan Allah Swt, dikatakan mereka Allah Swt mempunyai anak perempuan yaitu para malaikat. Ini sejalan dengan kebiasaan mereka yang merendahkan derajat perempuan, yang dengan itu anak perempuan yang lahir di dalam keluarga mereka layak untuk dibunuh.

Disamping itu, ada pula umat Yahudi dan Nasrani yang sudah terpesong sangat JAUH dari Tauhid yang diajarkan oleh nabi Musa As dan Nabi-Nabi lainnya sampai kepada Nabi Isa As. Umat Yahudi keluar dari Tauhid dengan mengatakan bahwa Allah Swt punya anak bernama Uzair. Begitu juga Umat Nasrani mengatakan bahwa Nabi Isa As adalah Anak Tuhan, dan bahkan Beliau Qidam selayaknya Allah Swt sendiri. Tidak hanya itu, Allah Swt yang dipersonafikasikan sebagai Tuhan Bapa, Nabi Isa yang dianggap sebagai Tuhan Anak, ditambah dengan Ruhul Qudus, maka terbentuklah Paham Trinintas yang sangat sulit untuk dipahami. Tiga dalam satu, satu dalam tiga. Lalu di tanah Persia ada pula Umat Majusi yang tersesat menyembah menara api.

Walaupun begitu, disaat awal-awal kerasulan Beliau itu, masih ada kelompok-kelompok suku yang masih tetap memegang Agama Hanif, yaitu agama dari pengikut Nabi-Nabi dan Rasul terdahulu yang masih TETAP mengesakan Allah Swt. Tetapi mereka tinggal digunung-gunung dan dilembah-lembah yang jauh dari keramaian. Kelak, mereka inilah yang turun dari gunung dan naik dari lembah itu untuk menyatakan keimanan mereka ketika Rasulullah Saw sudah Hijrah ke Madinah.

Dengan turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Muhammad Saw ketika Beliau berumur sekita 40 tahun, maka saat itu pula mulailah tugas Beliau untuk Mengenalkan umat Beliau kepada Allah Swt (MAKRIFATULLAH) dan mengajak mereka agar bersedia menyembah Allah Swt dengan tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apapun juga (IBADAH). Tugas ini persis sama dengan tugas yang diemban oleh 124.000 Nabi dan Rasul terdahulu.

Karena yang Beliau hadapi adalah kaum dengan kualitas keimanan yang sangat rendah, kalau tidak mau dikatakan BELUM beriman, maka tentu saja Makrifatullah yang Beliau ajarkan itu bukanlah keterangan-keterangan dan amalan-amalan yang sulit dan berbelit. Sebab kalau sulit dan berbelit, serta menyusahkan umat, tentu saja apa-apa yang Beliau dakwahkan itu akan tidak diterima oleh Umat Beliau. Ini ibarat kalau sebuah warung membuat aturan-aturan yang tidak menyamankan para pembelinya, maka warung itu pasti tidak akan mereka masuki. Walhasil warung itu pasti akan tutup karena kekurangan pembeli.  

Akan tetapi, karena Beliau memang sudah dipilih dan ditugaskan oleh Allah Swt sendiri, maka misi dakwah yang Beliau bawa itu dengan sangat mudah diterima oleh sahabat-sahabat yang dikatakan sebagai generasi pertama pemeluk agama Islam, misalnya Khadijah (Istri Beliau), Abu Bakar Al Shiddiq, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Ummu Aiman, dan Bilal bin Rabah.

Bersambung

Read Full Post »