Alasan lain kenapa kita TIDAK memerlukan ilmu-ilmu diatas adalah bahwa hampir semua ilmu-ilmu diatas, dengan sadar ataupun tanpa kita sadari, dengan sangat halus sekali tapi pasti, ternyata MALAH akan semakin mengukuhkan KEBERADAAN atau KEWUJUDAN kita baik dihadapan sesama manusia maupun dihadapan sesama ciptaan Allah yang lainnya, dan bahkan dihadapan Allah sekalipun.
Ciri-ciri utamanya dari adanya KEWUJUDAN dan KEBERADAAN kita itu adalah:
- Adanya pengakuan kita akan: “Aku dan Milikku…”. Milikku itu bisa beragam sifat yang kita rasa itu adalah milik kita. Sifat paling hebat yang bisa melekat erat pada diri kita adalah ILMU. Ini ilmuku…!. Dengan ilmu ini, maka segera saja kita akan berkata-kata kepada orang lain: “ini bisaku…, ini kemampuanku…, ini kehebatanku…, ini kesempurnaanku…”, dan sebagainya. Karena ada aku kita, maka harus ada kamu…, kamu…, kamu… lainnya sebagai alamat kita untuk menyatakan keakuan dan kepemilikan kita kepadanya. Harus ada pendengar yang akan mengagumi kehebatan kita. Harus ada korban yang akan mengakui kepemilikan kita. Dan harus ada pula kambing hitam yang nantinya akan kita jadikan tumbal sebagai penyebab dari penderitaan kita. Dan semakin banyak alamat itu, maka kita juga akan merasa semakin puas, senang, dan sumringah.
Keadaan ini tak ubahnya seperti jari telunjuk yang sedang berlagak kepada jari tengah, dan pada saat yang sama jari tengahpun bisa berlagak pula kepada jari telunjuk. Jari-jari bisa saling berlagak satu sama lainnya. Dan itulah yang terjadi pada hampir seluruh umat manusia saat ini. Si A berlagak kepada si B. Pada tingkat yang lebih besar, kelompok P berlagak kepada Kelompok Q. Bahkan pada tingkat dunia, Bangsa X bisa berlagak kepada Bangsa Y.
Pimpinan-pimpinan lembaga pemerintahan berlagak kepada rakyatnya, rakyatnya balik berlagak kepada pimpinannya. Organisasi ini berlagak kepada organisasi itu, dan organisasi itupun balik berlagak kepada organisasi ini. Begitu terus setiap masa. Jika semua orang sudah saling memiliki keakuan dan kepemilikan seperti ini, maka saat itu akan terciptalah sebuah keadaan yang sangat menekan. Dunia terasa sempit, pikiran kita terasa kacau, semua terasa menjadi masalah…
- Bila kita menghadapi berbagai masalah di dalam kehidupan kita, atau kita ingin mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, maka ilmu-ilmu diatas, terutama yang bernuansakan paradigma NAM, aliran yang mencampuradukkan praktek berbagai agama, akan mengajarkan kita jalan keluar yang menjauhkan kita dari Allah.
Misalnya, agar kita bisa terlepas dari berbagai masalah, kita cukup hanya melakukan meditasi atau semedi, atau melakukan perenungan dan konsentrasi-konsentrasi tertentu, atau merapalkan kalimat-kalimat tertentu, yang tujuannya adalah agar adanya penyatuan antara diri kita dengan Roh Kosmis atau Energi Alam Semesta. Kalaupun kita yang beragama islam masih shalat dan berdo’a, tapi shalat dan do’a kita itu sudah tidak begitu meyakinkan kita lagi akan kemanfaatannya. Tetap saja nantinya, Roh Kosmis atau Energi Alam Semesta itulah yang kita pecayai yang akan menyelesaikan setiap permasalahan kita, dan merealisasikan keinginan-keinginan kita itu. Sebab kita katanya hanya butuh melakukan penyatuan dan meleburkan diri dengan Roh Kosmis atau Energi Alam Semesta itu.
Kalaupun kita masih berdoa, itu karena kita masih mengaku orang beragama, dan dalam berdo’a itu kita bisa pula sampai menangis tersedu-sedu, namun tangisan kita itu sudah BUKAN lagi karena kita TERKEJUT MELIHAT Kebenaran akan Keesaan dan Kebesaran Allah. Bukan…!. Tangisan kita itu adalah tangisan karena PLACEBO EFFECT saja. TENANG dan BAHAGIA kita setelah itupun adalah tenang dan bahagia karena PLACEBO EFFECT pula. Tangisan, tenang, dan bahagia yang muncul karena adanya sekresi HORMONAL dan CAIRAN tubuh kita saja.
Dan hasilnya adalah, kita lambat laun merasa sudah tidak perlu lagi melakukan hubungan (SHILATUN) yang sangat intens dengan Allah dalam bentuk do’a dan ibadah-ibadah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Kalau Rasulullah, setiap ada masalah Beliau pasti Shalat dua rakaat, dan setelah itu Beliau berdo’a, lalu Allah menjawab setiap permasalahanBeliau.
Akan tetapi anehnya adalah, Beliau TIDAK pernah berkata bahwa jabawan-jawaban dari Allah itu adalah sebagai hasil dari Beliau melakukan shalat dua raka’at dan berdo’a itu. Tidak pernah…, nanti akan kita bahas kenapa Beliau tidak pernah mengaku seperti itu.
Hal ini akan sangat berbeda dengan kita, ketika kita memakai ilmu-ilmu diatas saat kita menghadapi permasalahan.
Misalnya, ketika kita punya permasalahan yang sangat berat, atau hanya sekedar pikiran kita lagi kacau, kita jadi gelisah, stress, dan galau, yang katanya itu adalah keadaan yang BERGETARAN FORCE. Kita hanya perlu melakukan meditasi atau semedi dengan teknik-teknik tertentu, yang katanya praktek itu bisa mengubah GETARAN PIKIRAN dan PERASAAN kita menjadi BERGETARAN POWER.
Setelah itu.., eh pikiran kita benar bisa berubah menjadi tenang, dan bahagia. Lalu dengan nada sumringah dan penuh semangat kita akan berkata: “saya tadinya punya masalah sehingga saya stress bla… bla.. bla. Kemudian saya bisa tenang dan keluar dari permasalahan saya berkat meditasi atau semedi ala xyz yang saya lakukan, hebat memang meditasi xyz”.
Atau kita bisa berkata-kata: “yang saya lakukan hanya mengubah getaran pikiran dan perasaan saya menjadi getaran senang dan bahagia yang frekuansinya sekian Hz. Tadi itu pada awalnya getaran pikiran dan perasaan saya adalah Force lalu dengan teknik ini dan itu, saya mengubah getaran pikiran dan perasaan saya menjadi Power sesuai dengan apa yang diterangkan oleh David R. Hawkins. Betul dia itu, cobalah…!”, kata kita seperti tengah berpromosi kepada orang lain.
Setelah itu jadilah kita menjadi orang-orangnya David R. Hawkin atau pakar-pakar ilmu-ilmu lainnya seperti diatas. Kita akan yang selalu menggadang-gadangkan ilmu dan pencetus dari ilmu-ilmu tersebut. Kemanapun kita pergi, kita akan menjunjung dan menggusung nama dan pikiran mereka. Adakalanya nama kita, kita tambah-tambahi dengan gelar yang berjajar menandakan kita telah menguasai berbagai Ilmu yang layak disebut sebagai MOTIVATOR. Misalnya Yusdeka, CCTV, SCTV, RCTI, CHH, CHHT, MCHH, ONOZ, DN, KBHA, dan berbagai gelar lainnya.
Bahkan nama dengan segudang gelar dan ilmu itulah yang mengantarkan kita menjalani profesi kita dalam mengais rezeki untuk keluarga kita. Tidak saja orang awam, orang yang berpendidikan tinggi dan bahkan ustad sekalipun banyak pula yang tergoda untuk bersilancar dalam dunia seperti ini…
Bersambung