HM.Amin syukur
Makalah disampaikan dalam acara bedah buku “Membuka Ruang Spiritual”, Karya Yusdeka Putra, Tanggal 17 September 2006
Penulis adalah Penasehat Shalat Centre Jawa Tengah, dan Direktur LEMBKOTA SEMARANG
Buku yang berjudul MEMBUKA RUANG SPIRITUAL merupakan karya monumental dan pendalaman bagi senior saya, Yusdeka Putra yang sebenarnya merupakan juga hasil rangkuman ceramah dan gemblengan spiritual kedua guru kita dan pakar spiritual, Ustadz Slamet Utomo dan Ustadz Abu Sangkan, kemudian hasilnya dijabarkan dalam bentuk bahasa tulis, sebagaimana diakui sendiri oleh pak Yusdeka sendiri pada halaman vi.
Luar biasa, isinya menggugah kesadaran kita secara bertahap. Ungkapannya penuh dengan nuansa sufistik, dan enak dibaca karena penulisannya bergaya obrolan.
Uraiannya dimulai dari proses awal penciptaan alam dari KUN….FA…YAKUN, seterusnya diselingi kajian filosofis, terutama filsafat Yunani yang dimodifikasi oleh al – Farabi tentang, teori INAYAH (pemeliharaan), IKHTIARA (penciptaan) dan HARAKAH(gerak) yang semua dalil-dalil tersebut sebagai bukti adanya pencipta. Berisi pula bantahan terhadap teori DEISME (Allah istirahat setelah menciptakan makhluk). Dan sekaligus penguatan terhadap teori THEISME (Allah dalam kesibukan-NYA= kulla yaumin huwa fi syaen).
Uraian tentang cinta dan rahmat Allah cukup menyadarkan setiap pembacanya. Nikmat dan rahmat itu berupa kelengkapan tubuh, baik psikis maupun pisik, yang mengharuskan kita untuk bersyukur (Al-Sajdah:7-9)
Buku ini berisi juga tentang dialog Allah dengan roh manusia di alam roh, dan dialog Allah dengan malaikat tentang penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi. Iblis yang kemaki (sombong), tidak mau sujud kepada Adam karena merasa dirinya lebih baik daripada Adam, maka dia diusir dari sorga. Kemudian diturunnya Adam ke bumi adalah telah direncanakan oleh Allah dan itu merupakan proses dan realitas kehidupan manusia, yang menurut M.Abduh sebagai TATHAWWURUL HAYAH.
Uraian buku ini ada yang cukup mengagetkan pembacanya, bahwa disamping Allah itu Maha Membuat, dia juga Maha Perusak. Namun setelah dijelaskan, maka bisa dimengerti dengan diibaratkan orang yang merusak rumah yang sudah lapuk untuk dirobohkan kemudian dibangun kembali. Sebelumnya si pemilik rumah sudah memilih mana yang lapuk dan mana yang masih baik (hal. 62).
Isi yang lain ialah tentang DZIKIR (ingat) diartikan sebagai kesadaran penuh. Kesadaran itu tentu dilaksanakan dengan hati, tidak hanya baca dzikir dengan lisan. Dzikir yang demikian ini harus sampai pada kesadaran menghadapkan wajah kita kepada dzat Pencipta langit dan bumi.
KRITIKAN
Buku ini berisi kritikan yang dialamatkan kepada pola pemahaman yang parsial terhadap al Quran, yang berakibat mengaku dirinya paling benar dan yang lain salah. Menganggap orang lain melakukan bid’ah, syirik, haram dan sebagainya. Pola ini tidak benar. Saya setuju dengan kritik ini. Sebagaimana banyak dicontohkan oleh para penulis kitab2 klasik yang selalu mengakhiri uraiannya dengan wallahu a’lam bish shawab, artinya : Allah Yang Maha Mengetahui suatu kebenaran. Manusia tidak ada yang mengetahuinya, tugas manusia hanya mendekati kebenaran itu sendiri, kita tidak tahu hakikat kebenaran itu. Paham ini tidak berarti kita terjebak dalam teori relativisme, tetapi hendaknya kita berkeyakinan terhadap apa yang kita lakukan (untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain) adalah sesuatu yang benar. Andai kata kita menyampaikan kepada orang lain, disertai ungkapan : “Ini adalah pemahaman saya tentang al Quran”.
Kritik pedas ditujukan pula kepada Umat Islam(UI) yang tidak produktif, hanya berbicara masalah khilafiah, sorga, neraka, hanya menghafal, suka berantem sendiri dan sebagainya, yang berakhir dengan percekcokkan seperti perpecahan antara Sunni vs Syi’i. Yang Sunni berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadists, sementara Syi’i berdasarkan Al-Qur’an dan Ahlul Bait. UI yang demikian digambarkan oleh penulis buku ini seperti orang yang mengaku kehilangan kitab sucinya, kemudian kitab suci tersebut ditemukan orang lain. Penemu kitab suci ini berusaha memahami dengan tekun, kemudian mampu mencapai kemajuan pesat, maka UI hanya tertegun kagum dan terbengong.
Kritik ditujukan pula kepada UI yang kadang-kadang dibuat rumit oleh pikiran tentang As-Sunnah. Padahal assunah yang dilakonkan oleh nabi yang ummi, Muhammad SAW. Sebagai problem solver terhadap peradaban pada waktu itu, bersifat sederhana. Maknanya masih bisa diaktualkan pada saat sekarang karena permasalahannya bersifat universal dan hampir sama dengan permasalahan yang lalu, yang berbeda adalah kualitas dan kuantitasnya.
Kritikan lain ialah banyak UI yang melaksanakan ibadah tanpa “rasa” (hal. 69), terbelenggu dan terikat oleh aliran tertentu, merasa bangga dengannya. Mereka lupa bahwa ibadah itu akan membentuk karakter (hal. 72-73). Hal ini tidak mungkin terlaksana secara efektif jika hanya dipikir dengan rasio dan dilakukan secara pisik, tanpa dibarengi penghayatan di hati. Sebagai bukti, sekarang banyak orang yang beribadah tetapi munafiq.
Kritik juga kepada yang berfikir rasional, merasa hebat versus yang berfikir fatalis (hal. 83-94), yang sesungguhnya kita tidak bisa berfikir rasional dan irrasional semata. Karena ada sesuatu yang rasional tapi ada pula yang tidak rasional. Oleh karena itu kita harus berfikir proporsional, kadang rasional dan kadang irrasional.
Kritikan selanjutnya ialah banyak UI yang merasa cinta kepada Nabi saw, tetapi pada hakikat cintanya itu diganti cinta kepada pemimpinnya, seperti cinta kepada Imam Mahdi, Syekh, Mursyidnya dll.
KESADARAN DIRI
Dalam buku ini dzikrullah diartikan dengan kesadaran. Untuk mencapai ke tingkat kesadaran itu, buku ini membagi tahapannya sebagai berikut :
1. Tahap I merasa dekat (QS. Qaaf 16) Dia di mana-mana (Al-Baqarah:115)
2. Tahap II Dia meliputi manusia/ orang kafir(Al-Baqarah:19)
3. Tahap III Dia meliputi segala sesuatu (Al-Nisa:126, Al-Fushilat:54)
4. Tahap IV Dia tidak satupun yang menyamaiNYA (Al-Syu’ara:11)
5. Tahap V Dia mengaku “Aku” adalah sesembahanmu (Thaaha:14)
Semua itu adalah kesadaran IHSAN yang perlu diresapi secara utuh, tidak parsial.
Kesadaran diri itu bisa ditumbuhkan dengan sentuhan-sentuhan spiritual (hal. 111-112), umpamanya dalam upaya menumbuhkan kesadaran itu buku ini mengajak kita untuk relax seperti bayi. Setelah relax, yang tinggal hanya saya (nafs) yang dialiri ruh Tuhan. Kemudian diajak untuk afirmasi/ niat yang kuat untuk merasa punya Tuhan, hendaknya seseorang mengatakan Allahumma dzakirni diulang-ulang dengan tadlarru’(depe-depe dan tunduk), kemudian dipersilahkan membaca syahadat, shalawat dan Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim dengan penghayatan. Kira-kira 3 menit, dan seterusnya akan ada tarikan dari dalam diri. Bisa bergerak dengan sendirinya bahkan menangis serta sujud tersungkur. Kemudian muncul ketenangan talinu juluduhum wa qulubuhum illa dzikrillah (Al-Zumar:23). Kalau lebih 3 menit belum ada getaran, maka lebih baik dihentikan, karena akan muncul pikiran yang tidak mendukungnya.
Untuk menyentuh hati pembaca, maka diingatkan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan nafas yang dialiri roh Tuhan (Al-Sajadah:7-9), dia mampu mengontrol diri (Al-qiyamah:14). Di sini akan mucul kesadaran aku (roh) yang akan menimbulkan bashirah (di dalam dan luar diri), inilah disebut kesadaran penuh. Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, inilah yang dimaksud inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Dengan semboyan tersebut seseorang hendaknya memaknai bashirah itu sebagai kesadaran diri (hal. 118) bahwa dia memakai fasilitas-NYA berupa alam, yang mengharuskan bersyukur kepadaNYA.
Untuk menumbuhkan kesadaran lebih dalam lagi, kita diingatkan dengan sebuah hadist Qudsi yang menyatakan : Kuntu kanzan makhfiyyan fa ahbabtu an u’rafa bihi, faklhalaqtul khalqa, fabihi ‘arafuni. Namun sering manusia menjadikan alam sebagai hijabNYA. Banyak yang berhenti pada hijab itu, tidak sampai pada menatap wajahNYA. Dzat Tuhan > Allah. Kesadaran ini akan terucapkan : la ilaha illallah. Disingkat menjadi Allah, diperas lagi menjadi HUWA dan diperas lagi menjadi HU. Inilah yang disebut dzikir dalam hati = sadar penuh.
Dibagian lain buku ini, mengingatkan sifat manusia ketika jaya lupa pada Allah, tetapi ketika limbung ingat pada Allah dan peranNYA, tetapi kesadaran itu semu, belum sampai ke wajahNYA, kadang-kadang hanya sampai ke wajah ustadznya, belum sadar (dzikir) penuh kepada Allah (hal. 128). Kesadaran ini hanya sebatas pada hawa nafsu (nafsu biologis). Belum mencapai inti nafsu, yakni nafsu muthma’innah, yang bersikap la khaufun alaihim walahum yahazanun….
DOMINASI AKU
Sang AKU DIRI ingin meninggalkan realitas, yakni moksa atau disebut sorga. Sang Aku diri ingin bertemu dengan Tuhannya, sehingga dia merasa telah menjadi Aku Yang Hakiki (Allah) seperti sufi falsafi (Yazid, Al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi Al-Maqtul dan lain sebagainya) (hal. 140). Hal ini sering menimbulkan keangkuhan spiritualis vs Syari’at (fiqh). Sebagian spiritualis merasa sudah jadi Kebenaran (Al-Haqqu), sehingga melecehkan syari’at. Sufi yang asyik ma’syuq dengan Tuhan menjadi malah beraktivitas (sebagai perwujudan fungsi khalifah).
Aku diri ke Aku Hakiki adalah Allah. Yang demikian adalah fana denganNYA. Aku diri tak mampu apa-apa, karena ada pengakuan kekuasaanNYA (hal. 142), akhirnya rela, tunduk, pasrah kepadaNYA Radliyallahu wa radlu ‘anhu. Pasrah kepadaNYA merupakan perwujudan dari : La haulla walaa quwwata illa billahil ‘aliyil adlim. Ketika itu Allah menjadi tangan, mata, telinga, lisan, dan kakinya (baca hadits qudsi dan Al-Rahman 29).
Untuk memudahkan pemahaman, dalam buku ini banyak dikupas dengan apik mengenai Riki, Prana, Cakra, Aura dan sebagainya (Hal. 137). Cakra dianalogikan dengan lathifah-lathifah. Titik yang berada di dua jari dibawah atau di atas putting susu kanan dan kiri, dan seterusnya.
KELEMAHAN
Melihat gaya dan isi buku ini nyaris tidak terdapat kesalahan yang fatal. Hanya ada beberapa kelemahan antara lain kritik Ghazali terhadap Ibn Rusyd. Jika dilihat dari tahun lahiran, Al-Ghazali tahun 450-505 H), sedang Ibn Rusyd lahir 520H. Mungkin yang maksud ialah Al-Ghazali mengkritik Ibn Sina lahir 340 H, dengan Tahafutul Falasifah-nya dan ibn Rusyd (520H) menanggapi kritikan itu dengan Tahafutut Tahafut.
Demikian, semoga ada manfaatnya.
Wallahu a’lam bish shawab..
H.M. Amin Syukur
stukron jaziilan atas info materinya
Baru selesai membaca buku “Membuka Ruang Spiritual’ yang saya perolehi dua mingu lalu semasa menghadiri sessi Solat Kusyuk di Batu Pahat, Malaysia yang dibimbing oleh Pak Setiyo Purwanto. Sangat sederhana sekali pendekatan Pak Yusdeka Putra dalam bukunya itu, Huraiannya jelas langkah demi langkah. Pada hemat saya, buku ini seakan manual bagi sesiapa yang berhasrat berjalan ke arahj Illahi.
Semoga Allah merahmati usaha kalian semua.
Ass wr wb pak deka…dimana sy bisa membeli buku bapak ini,apa ada I gramedia atau hanya disebarkn via agen sholat center pak..?
Trima ksh
Wassalam
KEBENARAN itu adalah seperti mengupas kulit bawang, setelah dibuka kulit yang pertama masih ada kulit sebelah dalamnya dan masih banyak lagi lapisan- lapisan didalamnya. Seperti itulah Kebenaran itu. Hari ini kita sudah merasa Benar dan bukan tidak mungkin besok atau lusa pemahaman Kebenaran itu akan ditambah lagi oleh Allah SWT. Jadi jangan bangga dulu dengan pemahaman Kebenaran yang sudah kita miliki sekarang.
Coba perhatikan bacaan Alfitihah yang kita baca berulang- ulang setiap rakaat didalam shalat minimal 17 kali dalam sehari semalam dan masih akan kita ucapkan terus sampai akhir hayat kita , Insyaallah yaitu bacaan “ Ih dinasyshirathaal mustaqim = Tunjukilah kami jalan yang benar / lurus “. Kita selalu memohon petunjuk atas Kebenaran kepada Allah, Ini berarti kita belum lagi Benar dan selamanya kita tidak akan pernah tahu mana jalan yang lurus itu karena kita selalu memohon diberi pertunjuk atas kebenaran itu kepada Allah Swt.
Posisi pemahaman kita tentang Kebenaran hari ini Entah masih berada pada posisi kulit bagian luar atau entah masih jauh dari bawang itu sendiri.
Allah SWT mengatakan dalam surat Anfal ayat 2 :” Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,”.
Maka apakah hati kita sudah bergetar bila disebut nama Allah….??? kalau jawabannya Belum…! lalu kenapa kita berani mengatakan kita telah beriman….????
Betulkah kita ini sudah beriman atau sudah masukkah keimanan itu kedalam Hati kita….???
Surat hujarat 14 : Orang-orang Arab Badwi itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Pemahaman agama seperti apa yang sudah kita anut sekarang…??? Lebih hebat lagi kita sudah berani pula memvonis kelompok/ aliran sesatlah padahal posisi kita sendiri entah sedang berada dimana…. Subhanallah…….
maksud saya begini : ilmu yang sudah kita dapati ( pemahamannya akan selalu tidak akan pernah ada akhirnya disebabkan luasnya ilmu Allah tersebut…..
Kebernaran memang tidak akan pernah berubah akan tetapi pemahamam kita selalu berpeluang untuk bertambah atau berkurang.
Contohnya : Bisakah kita menerima seandainya perintah nabi ibrahim untuk menyemblih anaknya diperintahkan pula kepada kita….???? Mungkin karena rendahnya tinggkat keimanan kita maka akan sulit bagi kita untuk menerima perintah itu. Akan tetapi bukanlah tidak mungkin apabila tingkat keimanan kita sudah baik serta pemahaman kita terhadap Kebenaran sudah mantap maka hal demikian juga akan bisa kita lakukan.
Contoh lainnya : Ingatlah ketika nabi Musa berguru kepada nabi Khaidir, lalu Nabi musa melihat Nabi Khaidir melobangi perahu, bisakah kita menerima apa yang dilakukan nabi Khaidir sebagai sebuah Kebenaran…???? Ketika berjalan tiba Nabi Khaidir melihat seorang anak kecil lalu ia membunuhnya dan Nabi Musa Terheran- heran….!!!
Demi Allah Kalau sekiranya saya tidak menemukan cerita itu dari dalam Al Quran maka saya tidak akan pernah percaya dengan cerita yang demikian adalah sebagai sebuah cerita tentang KEBENARAN.
Peristiwa demi peristiwa seperti yang diatas itu membuat saya tersadarkan bahwa pemahaman saya tentang KEBENARAN masih sangat dangkal dan masih jauh. Inilah yang saya maksud sebagai kulit bawang dan berlapis- lapis. Salam
Salam Tuan ilmu bkn macam bawang putih atau merah…tp perumpamaan tuan ada benarnya. Jike kupasan Al Furqan itu diibaratkan mengupas bawang..bererti ilmu Allah itu singkat tetapi jike pd pandangan Al Ghazali ilmu allah itu luas sehingga makna Yaasin itu ada 7 lapisan pengertiannya
Betul sekali Pak Suhedi, seperti itulah kebenaran di ranah intelektual (hati & akal fikiran), padahal “KEBENARAN” yang dimaksud islam & Rasulullah da’wahkan adalah kebenaran HAKIKI (bukan ranah hati & akal fikiran). Kebenaran seperti ini yg semestinya diperjuangkan untuk bisa diinsyafi. Instrumen diri kita yg bisa menjangkau kebenaran HAKIKI adalah jiwa yg telah terpisahkan dari tekanan nafsu yg berada dlm hati & akal fikiran itu. Sehingga siapapun & seperti apapun tingkat intelektualnya akan bisa menyadari & menginsyafinya. Karena jiwa manusia itu pada awalnya berada pada derajat/tingkat yg sama yaitu derajat MANUSIA.
Pada perjalanan hidup didunia ini, jiwa manusia akan mengalami proses menjadi lebih tinggi atau bahkan jatuh menjadi lebih rendah (level hewan atau bahkan syaiton) tergantung dari bagaimana kita mengelola agar NAFSU tidak mendominasi & mengambil alih peran jiwa dlm hidup kita.
disinilah fungsinya islam itu diturunkan ….
wassalamu’alaikum wrm wbr
LN
assalamu’alaikum ww, pak Deka mohon infonya untuk mendapatkan buku ini?
alaikum salam, saya masih punya stok pak, silahkan kirim alamatnya dan transfer ke rekening seperti yang ada dalam cover buku di blog ini
salam
Ass wr wb.
Maaf Pak Ustad Deka, mohon ijin ikut masuk nimbrung blog Bapak
saya salah satunya penikmat tausiah dan pencerahan Pak Ustad sayang waktu ada acara uzlah internasional SC di Jatibening tgl. 15 – 17 Maret 2013 yang berbarengan jama’ah minggu ke 3 SC jatibening saya belum kenalan sama Bapak, mudah-mudahan lain kali Allah mengijinkan kita untuk kenal lebih dekat. terimakasih , wasalam.
Alhamdulillah saya belajar banyak dari pencerahan pecerahan dan tulisan tulisan Pak Yusdeka.., semoga Allah memberikan balasan yg setimpal, Amin.
Assalamu Alaikum ust Deka, banyak ilmu sudah diturunkan, namun kami masih perlu buku membuka ruang spritual
alaikum salam mas, bukunya belum di cetak lagi mas, nanti sc bandung yang akan cetak, kita tunggu saja
wass deka
Salam Tuan hebat hebat tulisan tuan. saya faham dan saya sarankan kpd peminat-peminat tuan agar taati syariatnya dan berjalan ke meja tarikat lalu berhakikat lah dgn ilmu ketuhanan dan menjurus kpd Makrifah….. Syariat adalah benting perundangan utk ketahui salah dan betul berpandukan peradapan dan perundangan. Manakala Tarikat atau Tarikh adalah jurusan kpd kesempurnaan sbb allah itu sempurna. Hakikat adalah perasaan keinsanan menuju kpd Hakikatul insaniah manakala Makrifah itu menuju kpd Allah, Jangan tuan-tuan cari Allah pasti tak berjumpa sbb kata Allah aku Laisa khamis lihi saiiun…aku tak berwajah dan tak berbentuk…cari lah diri kamu yg mengandungi sifat-safat aku…sifat 20 yg wajib…wallahualam
Salam peminat-peminat Pak Guru….jike kite berada di Tasik Malaya…berkunjunglah ke pondok Pesantren Suryalaya…Embah Anum yg kebetulan beliau keluaran dari Pesantren Tebu Erang…. bersuluk dan bertawajus lah dgn jemaah disana.
ass p ustad deka mohon ijin masuk blog untuk nimba ilmu makasih waslam
Allah gak bisa di pikirkan, di khayalkan, di prediksikan, atau di buat pemahaman spt apa, atau di buat teori gimana, atau bertempat di mana,atau di ungkapkan spt apa…karena firman Allah : “AKU menurut perasangkaan hamba KU.”
SELAWAT DAN SALAAM .. ! ASAL USUL KESEJADIAN WUJUD DARI PENJELASAN FIRMAN DAN SABDA “LA ILAHA ILA ANA (KESEMUA NYA TIADA KECUALI AKU)” LEBIH SELAMAT LAGI BERMANFAAT MENGIKUT AKIDAH TAUHID NABI MUHAMMAD SAW., PADA ASALNYA DIRI PUN TIADA..!!!
Assalamu Alaikum ust Deka, buku membuka ruang spritual masih ada, bagaimana cara mendapatkannya. terimakasih
alaikum salam mas wawan, masih ada beberapa buah lagi
ass. wr. wb. berapa harganya dan harus ditransfer kemana uangnya