Sampai pada tataran ILMU HAKEKAT ini maka BERAKHIRLAH semua ilmu, selesailah segala pembahasan. Kita sudah sampai pada titik akhir pengertian dan kepahaman. Kita hanya tinggal BERMAKRIFAT saja lagi, bahwa Dzat yang sedikit itu adalah bagian kecil dari Dzat Allah Yang Maha Indah. Dzat yang sedikit itu adalah Milik Allah. Seperti halnya sebutir pasir yang adalah milik dari padang pasir. Seperti setetes air masin yang adalah adalah milik dari lautan. Seperti telapak tangan yang adalah adalah milik kita.
Akhirnya kita menjadi sadar bahwa kita dan seluruh makhluk yang ada di dalam Lauhul Mahfuz TIDAK akan pernah MENGERTI, MENGETAHUI, dan MENGENAL tentang Allah secara KESELURUHAN. Atom-atom yang berada di dalam sebutir pasir tidak akan pernah tahu tentang padang pasir. Partikel-partikel yang ada di dalam setetas air masin tidak akan pernah tahu tentang lautan. Jari-jari tangan kita tidak akan pernah mengerti tentang kita. Tidak akan pernah.
Kita hanya akan diberi SEDIKIT pegertian, pengenalan, dan pengetahuan oleh Allah tentang KEKUATAN-NYA, PERBUATAN-NYA, SIFAT-SIFAT-NYA, KEHEBATAN-NYA, KEKUASAAN-NYA, dan apa-apa yang terangkum dalam 99 Nama-Nya Yang Indah, Asma ul Husna, yang telah Dia curahkan kepada Sedikit Dzat-Nya yang akan membentuk Lauhul Mahfuz. Dan yang kita mengerti, kita kenal, dan kita ketahui itu pastilah sangat kecil pula dibandingkan dengan KEKUATAN-NYA, PERBUATAN-NYA, SIFAT-SIFAT-NYA, KEHEBATAN-NYA, KEKUASAAN-NYA yang SEBENARNYA. Itu PASTI.
Antara alam Makrifat yang MAHA LUAS dengan alam Hakekat yang MAHA HALUS itu dibatasi oleh 70 lapis Cahaya atau Nur. Itu agar Alam Hakekat dengan segala makhluk yang ada di dalamnya tidak hancur dan musnah terbakar akibat Keagungan dan Keindahan dari Dzat Allah Yang Maha Indah. Akan tetapi tidak terpisah antara Alam Makrifat dengan Alam Hakekat. Sebab Alam Hakekat adalah bagian yang SANGAT KECIL dari Alam Makrifat.
Dengan begitu maka Keagungan Dzat Allah akan tetap terjaga. Rahasia tentang Allah akan tetap tersimpan rapi sampai kapanpun juga. ABADI. Rahasia itu akan tetap menjadi rahasia tanpa ada seorangpun yang akan mengetahui-Nya, walau Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah sekalipun.
Oleh sebab itu, dengan seketika runtuhlah pahamanan-pahaman: Wahdatul Wujud, Nur Muhammad, Hulul, Ittihad, Fana Fillah, Baqa Billah, dan pahaman-pahaman nyleneh lainnya. Semuanya tidak ada dasarnya sama sekali, kecuali hanyalah khayalan dan prasangka saja. Siapapun juga akan bisa mengalami hal atau keadaan yang seperti itu kalau kita TIDAK MEMULAI praktek keberagamaan kita dengan Ilmu Makrifatullah, dan ditambahi pula dengan TERSALAHNYA kita dalam memasuki PINTU untuk BERHUBUNGAN dengan Allah.
Jika kita salah dalam bermakrifat, ia akan membuat kita salah pula dalam bersikap. Kita akan selalu mengaku-ngaku MERASA WUJUD dan MEMILIKI atas sesuatu kepada orang lain maupun kepada Allah; atau kita bisa pula sudah merasa TIDAK WUJUD, akan tetapi kita MENGAKU-NGAKU bahwa yang wujud di dalam diri kita adalah Allah; atau kita sudah mengaku tidak wujud, tapi kita MENGAKU-NGAKU bahwa diri kita dikuasai oleh Allah, dan sebagainya.
Sebaliknya, jika kita benar dalam bermakrifat, ia akan membawa kita untuk mudah memahami bahwa ternyata kita sebenarnya tidak punya kewujudan atas diri kita, setelah itu TITIK. Mulut kita tertutup dan terjahit untuk mengaku-ngaku.
Orang yang mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya niscaya sudah pasti ia mengenal bahawa ia tiada mempunyai wujud bagi dirinya. Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin Bk. 7, 427 (1981).
Terangkat tutup yang menutupi sehingga jelaslah kenyataan kebenaran Allah pada semuanya itu dengan sejelas- jelasnya laksana mata memandang yang tidak diragukan lagi. Imam Ghazali, Ihya Ilumiddin Bk.1, 97 (1981).
Ketahuilah bahawa Yang Maujud yang paling terang dan nyata ialah Allah Ta’ala. Dan ini menghendaki kepada Makrifatullah. Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin Bk.7, 478 (1981).
Jika kita benar dalam bermakrifat, ia juga akan membawa kita untuk sangat mudah menjadi RHIDO terhadap semua ketentuan dan ketetapan Allah yang terjadi terhadap diri kita maupun terhadap orang lain disekeliling kita. Karena semua itu memang sudah dirancang dengan rancangan yang TERBAIK oleh Dzat Yang Maha Sempurna. Yaitu Allah.
Selanjutnya, jika kita salah dalam memasuki PINTU untuk berhubungan dengan Allah, maka kita akan segera dibawa oleh QARIN memasuki pintu-pintu yang malah akan semakin menjauhkan kita dari Allah. Macam-macamlah pikiran yang dimunculkannya di dalam minda atau hati kita, walau saat kita sedang shalat sekalipun, sehingga jadilah shalat kita menjadi shalat orang munafik. Karena Qarin memang cukup hanya mempengaruhi kita melalui Minda atau Hati kita yang sedang dalam keadaan TIDAK mengingat Allah.
Ada kita akan dibawa oleh Qarin perputar-putar memasuki pintu harta, pintu anak, pintu istri/suami, pintu jabatan, pintu kekuasaan, pintu ilmu-ilmu, dan lain-lain. Ada pula kita yang dibawa terlebih dahulu oleh Qarin untuk memasuki berbagai pintu BERHALA sebelum kita merasa yakin untuk bisa berhubungan dengan Allah. Kita boleh jadi masih bisa nyebut-nyebut nama Allah, akan tetapi minda atau hati kita sebenarnya sedang diajak oleh qarin untuk mengingat berhala-berhala yang tak terhitung jumlahnya.
Sebaliknya, jika kita benar dalam memasuki pintu untuk berhubungan dengan Allah, maka minda atau hati kita secara otomatis akan menjadi kosong seperti minda atau hati seorang bayi atau anak kecil. Kalau sudah begitu, ketika kita shalat, maka shalat kita akan menjadi khusyuk. Qarin menjadi bingung untuk mengirimkan khayalan-khayalan kedalam minda atau hati kita karena pintu-pintu tempat si qarin memasukkan lamunan-lamunan itu ke dalam hati atau minda kita sudah tertutup rapat. Sebab HANYA ada SATU PINTU saja di dalam HATI atau MINDA kita yang sedang terbuka lebar, yaitu PINTU INGATAN KEPADA ALLAH.
Ya…, kita hanya dan hanya dapat berhubungan dengan Allah melalui SATU PINTU saja, yaitu Pintu Ingatan kepada Allah (pintu Dzikrullah). Fadzkuruni Adzkurkum…, ingatlah kamu kepada-Ku, Aku akan ingat pula kepadamu. Tidak ada sejarah yang mencatat selama ini yang mengartikan ayat itu dengan: sadarlah kepada-KU, Aku akan sadar pula kepadamu. Tidak ada, memangnya Allah bisa tidak sadar apa?. Pingsan?.
INGAT ALLAH, maka Allah akan ingat kita. Mudah dan sederhana sekali sebenarnya. Semudah dan sesederhana kita mengingat ibu kita, mengingat diri kita, bahkan semudah kita mengingat durian, mangga, pisang, dan sebagainya.
Hanya saja BEDANYA adalah:
Ketika kita mengingat ibu kita, MATAHATI kita mungkin bisa melihat wajah beliau di dalam minda atau hati kita;
Ketika kita mengingat durian, mangga, pisang, dan lain-lain, MATAHATI kita mungkin bisa melihat kulitnya, warnanya, isinya, dan lain-lain di dalam minda atau hati kita;
Ingat kepada Allah punya keistimewaan TERSENDIRI. Bahwa ketika kita MENGINGAT ALLAH (dzikrullah), maka MATAHATI kita TIDAK bisa melihat apa-apa di dalam hati atau minda kita. Matahati kita melihat KOSONG. Karena Allah memang tidak serupa dan tidak seumpama.
Bahkan ketika kita mengingat diri kita, matahati kita juga TIDAK PERLU mengeja nama kita, atau melihat wajah kita terlebih dahulu di dalam minda atau hati kita, setelah itu baru kita bisa ingat dengan diri kita. Tidak perlu begitu.
Dan kalau minda atau hati kita sudah kosong karena kita mengingat Allah, maka minda atau hati kita akan tidak berkocak lagi. Minda atau hati kita akan menjadi TENTERAM. Kalau Minda atau Hati sudah TENTERAM, maka RUH kita juga akan segera menjadi TENTERAM. Karena keadaan RUH mengikuti bagaimana keadaan Minda atau Hati.
Minda atau Hati adalah dua nama untuk SATU entitas saja, yaitu entitas HATI YANG HALUS yang sebenarnya bersama RUH. Hati yang halus ini ada yang menyebutnya HATI dan ada pula yang menyebutnya MINDA. Tapi yang dimaksudkan itu adalah sama, yaitu hati yang halus. Silahkan lihat kembali artikel “Menelisik Anasir Diri”.
Kata-kata al QULUB (hati) ini mempunyai dua pengertian:
Al Qalbu (hati jantung) ialah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di dada sebelah kiri; dan Al Qalbu (hati) dalam arti yang halus bersifat ketuhanan dan Rohaniah yang ada hubungan dengan hati jasmani tadi. Imam Ghazali, Keajaiban hati, 1 (1979); Ihya Ilumiddin Bk. 4, 7 (1981).
Dalam hal ini minda berarti “hati” dalam arti yang halus (arti kedua). Imam Ghazali, Keajaiban hati, 4-5 (1979); Ihya Ilumiddin Bk. 4, 10 (1981).
Nah, sekarang menjadi jernih sekali. Bahwa jika Hati tenteram, maka Ruh akan ikut tenteram pula. Hati dan Ruh disebut dengan Jiwa (NAFS). Jadi Hati dan Ruh yang sudah tenteram itu bisa disebut juga dengan JIWA YANG TENTERAM (NAFSUL MUTHMAINNAH). Sekarang dapatlah kita mengerti bahwa jiwa yang tenteram itu hanya dan hanya akan bisa kita dapatkan dengan jalan HATI atau MINDA kita sedang MENGINGAT ALLAH (Dzikrullah).
Ingatlah, hanya (dan hanya) dengan MENGINGAT ALLAH (Dzikrillah) sajalah QULUB (hati atau minda) menjadi TENTRAM. (QS ar-Ra‘d [13] : 28)
Jadi jelaslah sekarang, Jiwa yang Tenteram, Nafsul Muthmainnah, adalah BUAH dari HATI YANG SELALU MENGINGATI ALLAH. Dan Allah yang kita ingat itu adalah Allah yang telah kita kenal melalui pembukaan Ilmu Makrifatullah yang Jati. Kenal Allah maka kenal pulalah kita kepada diri kita bahwa sebenarnya kita adalah TIDAK mempunyai kewujudan atas diri kita. Sehingga akhirnya kitapun menjadi RIDHO atas segala ketetapan yang telah Allah tuliskan untuk kita jalani dan hadapi.
Jadi tepatlah untuk dikatakan bahwa Nafsul Muthmainnah adalah buah yang sangat ranum dari Makrifatullah, Dzikrullah, dan Keridhoan. Pada titik inilah kita baru akan MULAI BISA menghadapi berbagai cobaan, bencana, problematika, dan ujian di dalam hidup ini dengan tersenyum. Senyum Makrifatullah. Dan pada titik ini pulalah kita baru akan MULAI MAMPU untuk menjalankan Syariat Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dengan sangat nyaman, menyenangkan, dan penuh gairah.
Karena Syariat Islam inilah yang akan sanggup membawa kita untuk menjadi manusia yang berkualitas Khalifah Allah di dunia ini, yang akan membangun peradaban dan kasih sayang bagi sesama umat manusia dan alam sekitarnya.
Sebab dalam keadaan JIWA yang TENTERAM dan TANPA KEWUJUDAN DIRI seperti ini, kalau tidak ada Syariat Islam, maka kita akan sangat mudah sekali tergelincir untuk menjadi seorang PERTAPA. Karena memang pada keadaan seperti ini, Jiwa kita sudah menjadi TIDAK KARUAN. Mau menginjak tanah kita jadi sungkan, karena disebalik tanah itu kita tahu ada Dzat-Nya. Mau makan dan minum kita jadi tidak sanggup, karena disebalik makanan dan minuman itu kita sadar ada Dzat-Nya.
Akan tetapi syukur Alhamdulillah, Rasulullah SAW telah memberikan contoh kepada kita untuk menjalankan syariat dan juga sekaligus menjadi orang biasa. Beliau berjalan dan bergerak, Beliau makan dan minum, Beliau membangun peradaban. Siang hari Beliau bekerja dengan penuh gairah, Malam hari Beliau beribadah dengan sangat mendalam dan sepenuh hati. Kita tinggal hanya mencontoh Beliau saja sesuai dengan kemampuan yang telah Allah berikan kepada kita…
Wallahu a’lam bissawab…
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh….
SELESAI
Read Full Post »