Pertanyaan Dari Pak Husaini Muhammad , Sabtu 20 Juli 2013
Assalamu’alaikum Pak Deka,
Apa kabarnya Pak? Insya Allah, Bapak dan keluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah swt.
Sudah lama sekali saya tidak berkomunikasi dengan Pak Deka, namun saya selalu terinspirasi dan terus mengikuti tulisan tulisan Pak Deka yang terbaru.
Pada kesempatan ini saya ingin mengetahui lebih dalam hal i’tikaf di Masjid.
Bagaimana sebenarnya Rasulullah melakukan i’tikaf itu?
Apakah butuh waktu periode tertentu untuk yang disebut i’tikaf tersebut?
Apa saja yang dilakukan saat kita melakukan i’tikaf dalam masjid tersebut?
Mohon penjelasan Pak Deka.
Terima kasih
Wassalam
Husaini di Medan
—$$—
Alternatif Ulasan saja…
Alaikum salam Pak Husaini,
Mengenai Iktikaf ini hukum-hukum dan dalilnya bisa kita tanya ke Mr. Google, dan jawaban-jawabannya pasti seragam. Misalnya, bahwa dalilnya:
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”.
Tempat iktikafnya adalah di masjid, karena ada ayat Al Qur’an yang mendalilinya:
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187).
Dan lengkap pula dengan tata caranya, dan amalan-amalannya, misalnya:
1. Tidak melakukan jima’ (senggama), berdasarkan ayat i’tikaf diatas:
2. Tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan i’tikaf, seperti keluar untuk bersenggama dengan istri di rumah, keluar untuk menekuni pekerjaannya, ataupun melakukan profesinya di tempat i’tikafnya [1], keluar untuk bertransaksi jual-beli, ataupun melakukan transaksi jual-beli di masjid, dan semisalnya.
3. Tidak keluar dari tempat i’tikaf untuk urusan yang tidak bersifat harus dilakukan. Adapun keluar untuk urusan yang bersifat harus dilakukan, hal itu boleh. Urusan tersebut meliputi hal-hal yang bersifat tabiat manusiawi seperti kebutuhan buang hajat dan makan minum, atau yang bersifat aturan syariat seperti wudhu, mandi janabah, dan shalat Jum’at.
4. Disunnahkan menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah khusus, seperti shalat sunnah mutlak di waktu-waktu yang tidak terlarang, membaca Al-Qur’an, berzikir, berdoa, serta beristighfar.
5. Disunnahkan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun yang lainnya.
6. Tidak mengapa baginya untuk berbicara sebatas hajat dan berbincang-bincang dengan orang lain dalam batas yang dibolehkan dalam syariat, baik secara langsung maupun melalui telepon, selama hal itu masih dalam masjid tempat beri’tikaf.
Bahkan beberapa kali saya berkunjung kebeberapa masjid, begitu lewat jam 00:00 tengah malam, ada jamaah yang kemudian menggelar pengajian kitab kuning tertentu sampai jam 02:00 dinihari. Ada pula yang asyik shalat, membaca Al Qur’an, berdzikir dengan semangat 45, atau hanya sekedar duduk diam tafakur.
Kelihatan sekali kita umat islam ini punya sebuah impian yang pekat agar, terutama pada waktu-waktu 10 malam terakhir ramadhan, bisa mendapatkan malam Lailatul Qadar selagi kita sibuk beribadah seperti itu.
Allah mengatakan di dalam Al Qur’an bahwa pada malam Lailatul Qadar itu, Malaikat dan Ar RUH (yang biasa diterjemahkan sebagai JIBRIL), dengan izin Allah, turun ke bumi membawa AMR atau perintah-perintah dari Allah. Amr yang dibawa oleh para Malaikat itu akan memberikan manfaat (pahala) kepada orang-orang yang mendapatkan AMR Allah itu selama 1000 bulan kedepan atau sekitar 83 tahunan.
Sekarang muncul beberapa pertanyaan yang sangat menggelitik, bahwa ADA URUSAN APA Malaikat dan Ar RUH itu turun dan sempat-sempatnya membawa AMR Allah itu kepada kita?. Apakah kita punya URUSAN dengan Allah, sehingga Allahpun punya URUSAN dengan kita, yang menyebabkan Allah mengutus Malaikat dan AR RUH untuk menjawab urusan kita itu?.
Selama ini mungkin banyak diantara kita yang ujug-ujug melakukan I’tikaf pada 10 malam terakhir ramadhan tanpa membawa urusan apa-apa dengan Allah. Kita datang dengan tangan hampa. Kita hanya ingin mendapatkan pahala 1000 bulan dari amalan yang kita lakukan pada malam itu. Dan semuanya itu adalah untuk diri kita dan keluarga kita sendiri. Sampai akhir ramadhan pun kita tidak tahu apakah kita berhasil mendapatkan malam 1000 bulan itu atau tidak. Walaupun pada suatu pagi di 10 malam terakhir itu kita mendengar cerita-cerita bahwa pagi itu sangat tenang, lembut dan cahaya matahari temaram, yang katanya itu adalah tanda-tanda telah terjadi malam 1000 bulan pada malamnya, namun kita tetap tidak pasti, apakah kita telah berhasil mendapatkan malam itu ketika kita beribadah saat itu.
Begitu pula, kalau kita lihat apakah bekas-bekas kita telah mendapatkan malam 1000 bulan itu sudah mulai terjadi pada diri kita, juga kita tidak bisa membedakannya dengan apa-apa yang kita lakukan dan dapatkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Nyaris sama saja…
Jadi sebagai alternatif cara bertindak saja, marilah kita mulai mencoba untuk mendatangi Allah di 10 malam terakhir ramadhan ini dengan membawa URUSAN untuk membantu Allah memperjuangkan agama-Nya. Islam. Kita hanya datang dengan menyatakan kesiapan kita secara tulus dan teguh. Bawalah urusan itu kepada Allah, sehingga Allahpun kemudian mempunyai urusan dengan kita. Ketika Allah sudah punya urusan pula dengan kita, maka urusan Allah kepada kita itu pastilah dalam bentuk pemberian segala fasilitas yang dengannya kita bisa menjalankan urusan kita dengan sempurna untuk memperjuangkan agama Allah
Kita panggil Allah, kita seru Allah dengan suara lembut, tidak dengan suara keras, dan tidak pula dengan suara lemah. Panggillah Dia dengan suara pertengahan. Tidak usah emosi. Ya Allah…, Ya Rahman…, atau panggillah Dia dengan Nama-Nama-Nya Yang Indah yang lainnya. Lalu sampaikan pula urusan kita untuk bersedia membantu agama-Nya kepada-Nya. Sampai kemudian turun RIQQAH sebagai jawaban Allah terhadap seruan-seruan kita itu.
Sebab kalau Allah ada di dekat kita dan menjawab seruan-seruan kita, maka akan terasa sekali dekat-Nya dan jawaban-Nya. Ada tanda-tanda yang dikirim atau diturunkan-Nya kedalam dada kita sebagai pertanda bahwa Dia sedang dekat dengan kita dan menjawab seruan-seruan kita. Tanda-tanda itu adalah berupa Rahmat yang diturunkan-Nya kedalam dada kita. Ada RIQQAH yang terasa bergetar lembut mengalir masuk kedalam dada kita. Getaran RIQQAH itu seperti membasuh segala rasa yang ada selama ini didalam dada kita. Kadar rasanya jauh lebih dahsyat daripada rasa tetang yang dihasilkan oleh proses sekresi hormonal sebagai hasil dari olah pikiran yang kita lakukan.
Ketika Riqqah ini turun, dada kita seperti dicelup. Kedalam dada kita turun getaran yang sangat halus sehingga dada kita itu di isi dengan cita rasa kelezatan, kelembutan, kepekaan, kehalusan, keindahan. Adakalanya dada kita itu dipenuhi dengan citra ketipisan dan kerapuhan sehingga mudah pecah dan berderai ketika bersentuhan dengan pepujian kita kepada Allah. Adakalanya muncul citra rasa keanggunan, kehalusan, kerapian, keramahan yang membalut hati kita. Saat itu kita sulit untuk tidur karena seluruh tubuh kita dialiri rasa segar yang amat sangat. Rasa yang sulit untuk dibayangkan dan diterangkan, karena itu hanya bisa dirasakan sendiri. Adakalanya juga muncul rasa seperti kita sedang dipenuhi atau tenggelam (ISTIGRAQ) dalam cahaya keagungan Allah.
Pada malam-malam itu, tunggulah, diamlah, dengan penuh harap (Roja’) para Malaikat yang akan menyampaikan urusan Allah itu kepada kita. Tentang jawaban atas urusan kita dengan Allah yang telah kita sampaikan kepada Allah sebelumnya. Ketika malam itu, malam 1000 bulan, insyaallah akan ada serah terima antara kita dengan para malaikat tentang segala urusan yang Allah titipkan kepada mereka untuk disampaikan kepada kita. Sebagai bekal kita untuk menjalankan urusan kita yang manfaatnya akan terus ada untuk 1000 bulan ke depan. Itu semua terjadi karena Allah telah punya urusan dengan kita.
Mari kita berlomba-lomba membuat urusan dengan Allah. Sekecil apapun urusan yang kita bersedia untuk memikulnya, asal urusan itu adalah untuk membela agama Allah, Islam, insyaallah malaikat akan turun menyampaikan urusan Allah untuk mengujudkan tugas kita itu di salah satu malam pada 10 malam terakhir ramadhan bulan ini. Insyaallah masih ada waktu…
Wahai Allah nya Muhammad SAW.
Wahai Allah nya Ibrahim AS
Wahai Allah nya Musa dan Harun. AS.
Wahai Allah nya Isa AS
Wahai Allah nya para Nabi dan Rasul.
Wahai Allah nya para hamba-hamba Allah yang Shalih.
Hamba bersedia untuk menjadi Wali-Mu, Ya Allah…
Ya Allah…, Ya Rahman…
Ya Allah…, ya Rahman…
Ya Allah…, ya Rahman…
Wassalamualaikum
Deka, 13 Ramadhan 1434 H
Read Full Post »