6. Kidung untuk Para penempuh jalan yang penuh kenikmatan
Menjalani beragama sering sangat menyulitkan, berat dan menekan, betapa banyak aturan dan ritual yang harus dijalani, untuk menjalaninya semua terasa berat dan menekan. Beribadah dengan terpaksa, beribadah tanpa rasa nikmat, beribadah tidak menghasilkan kebaikan, beribadah hanya ritual dan tidak membawa manfaat dan kebaikan bagi diri sendiri. Ritual ibadah yang sangat banyak dan berat, sungguh agama telah menjadi beban, agama telah menambah kesulitan bagi sebagian orang, agama telah menjadi masalah atau menambah masalah dalam kehidupannya, terasa sulitnya memeluk agama, sulitnya menjalani agama.
Padahal seharusnya mudah, sederhana dan bisa dilakukan oleh siapa saja., agama justru untuk kebaikan bagi pemeluknya, agama justru seharusnya bermanfaat, menambah keberuntungan, kebaikan, ketenangan, kedamaian hidup dan kebahagiaan hidup yang hakiki, agama menjadi penyelesai masalah, jalan hidup, jalan keberuntungan, jalan kebaikan.
Mengapa menjadi beban yang berat?. menjalankan agama seperti membangun sebuah tempat berlindung atau rumah maka harus membangun pondasi, tiang dan atap rumah itu, sehingga kita bisa tinggal di dalam rumah itu dengan aman, dengan nyaman dan dengan nikmat, menikmati kenyamanan dan keteduhan rumah itu. Seharusnya setiap pemeluk agama tahu tujuan beragama,, mengerti pokok-pokok agama, tahu pondasi, mengerti kekuatan agama itu, itulah inti agama, semakin mengerti maka semakin mudah menjalani agama,
semakin sederhana mengerti agama, sehingga agama akan membawa kebaikan, agama akan membawa keberuntungan, agama akan menjadi pelindung, menjadi tempat berteduh yang nyaman dari segala macam gangguan dari luar.
Manusia senantiasa berdoa memohon kepada Tuhannya, memohon diberikan jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang telah di berikan nikmat.
Namun apakah manusia mengerti nikmat seperti apakah yang diinginkan manusia itu bagi dirinya sendiri ?.
Marilah kita bertanya dalam diri, apakah sesungguhnya kita mengerti nikmat yang dimaksudkan oleh jiwa kita sendiri ?.
Apakah realitas nikmat itu sendiri bagi manusia?.
Seperti apakah referensi nikmat dalam kesadaran manusia ?.
Apakah sama hakekat nikmat yang dimaksudkan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya ?.
Apakah manusia benar-benar memahami doa yang mereka panjatkan kepada Tuhan mereka itu ?.
Jangan-jangan kita ber doa asal berdoa, mengikuti apa saja yang mereka ajarkan, tanpa bertanya lagi ?.
==================================
Surah Al Fatihah (Pembukaan) ayat 1-7
[1]Dengan menyebut nama AllahYang Maha Pemurah lagi MahaPenyayang.
[2]Segala puji bagi Allah, Tuhansemesta alam,
[3]Maha Pemurah lagi MahaPenyayang,
[4]Yang menguasai haripembalasan.
[5]Hanya kepada Engkaulah kamimenyembah dan hanya kepadaEngkaulah kami mohonpertolongan
[6]Tunjukilah kami jalan yang lurus,
[7](yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
(QS. Al Fatihah)
==================================
Jalan yang lurus yaitu jalannya orang-orang yang telah diberikan nikmat. Sebuah rangkaian doa yang sempurna. Jalan lurus adalah jalannya orang yang diberikan nikmat. Begitulah keadaannya. Maka jika manusia tidak mendapatkan nikmat setelah menempuh jalan tersebut maka jalan tersebut tidak dapat di katakan jalan yang lurus. Dengan kata lainnya, jika manusia benar-benar telah mendapatkan jalan yang lurus pastilah manusia tersebut akan mendapatkan nikmat yang banyak.
Kenikmatan yang terindah
Kenikmatan apakah yang terindah di dunia ini ?.
Seluruh umat manusia mencari hakikat ini.
Tak terhitung banyaknya manusia mencoba mencari kesana kemari, menghambakan dirinya kepada materi demi mencari kenikmatan sejati. Tiada satupun manusia yang mau dirinya hidup dalam penderitaan. Semua diri dalam hakikat pencarian kenikmatan sejati dalam hidup . Sehingga banyak manusia kemudian menghambakan dirinya, menjual harga dirinya demi kenikmatan-kenikmatan yang tak dimengertinya sendiri. Mencari sensasi rasa nikmat yang tak kunjung terpenuhi. Memuja kepada ilusi, memuja angan dan imajinasi-imajinasi yang senantiasa melingkupi.
Pertanyaan dalam diri manusia terus menggeliat akan hal ini. Beguliran di dalam diri yang ingin mencari jalan. Dalam peradaban dalam kajian, dalam wacana, dalam pencarian jati diri manusia itu sendiri.
Dimanakah kenikmatan sejati ?.
Mereka terus mencari dan mencari lagi.
Sekali lagi dan sekali lagi, kemudian di coba lagi dan di coba lagi.
Apakah kemudian terpenuhi ?.
Tidak !. Manusia kemudian kebingungan sendiri.
Karena banyak jalan, banyak peradaban, banyak pemikiran,
yang kemudian berkembang melingkupi diri manusia dalam upaya pencarian ini.
Manakah jalan yang lurus ?.
Manakah jalan yang pas buat diri ini ?.
Semua bertanya tak berkesudahan.
Begitu sulitkah mendapatkan kenikmatan hakiki ?.
Manusia resah dan selalu gelisah di himpit beban-beban hidup, di terpa gelombang peradaban yang mereka buat sendiri. Dalam perambahan kota, tidak ada sisa ruang untuk bernafas. Kerja, kerja dan kemudian kerja lagi. Penat sekali melakoni ini.
Begitulah keadaan yang selalu terjadi atas diri manusia. Setiap peradaban dalam kurun waktunya sendiri. Dalam dimensi dan kegalauan mereka masing-masing. Kegalauan yang sama atas hidup itu sendiri. Tidak pandang kasta, yang miskin atau yang kaya. Yang berkuasa ataupun papa, semua jiwa dalam keadaan yang sama. Resah akan dirinya. Yang beragama ataupun tidak beragama. Semua dalam keadaannya. Begitulah keadaan jiwa manusia.
Manusia di harapkan mampu mencari jalannya sendiri, mampu menentukan arah, mampu menikmati keadaan dirinya. Mampu menemukan hakekat kehidupan sejati. Hakekat kenikmatan hidup di dunia ini. Mampu menerima takdir mereka masing-masing. Sanggupkah mereka menjalani takdir mereka sendiri ?.
Maka manusia kemudian ber doa, di ajarkannya doa kepada mereka agar senantiasa memohon kepada Tuhannya. “Tunjukanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat “. Pertanyaannya adalah: maukah manusia kemudian mengikuti jalannya orang-orang yang telah diberikan nikmat-Nya?.
Ketika manusia di tunjukkan jalan-Nya orang-orang yang telah diberi nikmat. Mereka kebanyakan meragukan jalan tersebut, mengingkari, mendustakannya. Sebab jalan tessebut tidaklah seperti yang diangankannya. Manusia telah ber presepsi atas jalan tersebut. Mereka sudah mengangankan jalan tersebut dalam akal pikirannya sendiri. Mereka terhijab angannya sendiri. Maka ketika datang petunjuk atas jalan tersebut, mereka mendustakannya. Mengapakah manusia begitu ?.
Keadaan yang sama halnya, sebagaimana kita orang tua, memberitahu anak kita. Jika ingin menjadi dokter belajarlah yang baik, pelajarilah ini dan itu. Berdisiplinlah dan lain sebagainya. Namun sang anak tidak percaya, sang anak tetap dalam imajinasinya, mereka malas berfikir, mereka enggan mendengarkan, sebab mereka berada dalam imajinasi pikiran mereka sendiri. Begitu juga manusia dewasa. Kesadarannya tetap tidak mau bergerak dari masa kanak-kanaknya, yang penuh imajinasi itu. Mengapakah anak kita begitu, tidak mengertikah mereka ?.
Langit dibentangkan…bumi dihamparkan…
Tumbuhan dihidupkan…perhelatan akbar. Dipentaskan.
Semua diberikan untuk manusia, alam ditundukkan baginya
Jalan dilapangkan, lautan dimudahkan, binatang ternak dijinakkan
Diberikan secara gratis, percuma untuk seluruh kepentingan manusia
Agar digunakan sebesarnya bagi kepentingan manusia
Sehingga mereka mau meletakkan wajah dengan kesungguhan
Bersujud sepenuh jiwa dalam syukur atas nikmat yg diberikan
….
Itulah tujuan sang entitas cahaya (ksatria) langit diturunkan ke bumi
Menjadi khalifah di bumi, mewakili kepentingan dan tugas Tuhannya di muka bumi.
…
Itulah entitas cahaya (sang ksatria) langit, dialah sang satria yg terpingit dalam hati terdalam
Hati nurani, atau hati kecil,
Sedemikian kecilnya penjara hati ini, sehingga tak ada ruang untuk bergerak
Terpingit, terjepit, terhimpit, mengecil dan semakin mengecil
…
Hanya mereka yang mau melepaskan ksatria langit ini
Membiarkan mengisi hati,
Sehingga semakin membesar dan membesar dan meluas
Mengisi rongga dada, meluas meliputi alam semesta bersatu dalam langit
…
Maka sang ksatria ini mampu mengendarai nafs,
Ksatria putih bak legenda diatas kuda perangnya
…
Ksatria yg pantang mundur menempuh perjalanan,
Menghadapi setiap pertempuran hidup,
Menyongsong kematian sebagai jalan pulang ke langit, jalan kembali
…
Nafs tak lagi dikuasai oleh hawa, karena dihuni oleh cahaya langit,
Ksatria langit yg sering disebut aku, jiwa, ruh, min ruhi, atau apapun sebutannya
Kadang dipanggilnya bashiroh, yang tahu, yang sadar, kadang disebutnya kesadaran sejati,
Kadang disebutnya hati nurani, entah apapun itu
…
Ksatria langit yg tahu jalan pulang ke langit
Dia mengenal peta ruhani, dia mengenal jalan pulang ke langit
Dia yang mampu “membaca”, mengenal, memahami,
Dia yang mampu menjadi pengendara di atas punggung kuda nafs
…dialah ksatria langit
….
Bebaskan dia dari pingitan…
Lepaskan…
Biarkan dia yang menunjukkan jalan
Membentuk sang nafs…
Menyongsong penyucian sang nafs, menyempurnakannya
….
==================================
Surah Al Fath (Kemenangan) ayat 1-7
[1]. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,
[2]. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus,
[3]. dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).
[4]. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,
[5]. supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah,
[6]. dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali.
[7]. Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
==================================
Membaca perjalanan mengikuti sebuah jalan atau angkah hidup yang harus dilakukan:
Al Fatihah (Pembukaan) menuju Al Fath (kemenangan) (Secara lambang FATIHAH menuju FATH)
Jalan yang ditempuh adalah menerima Huda (petunjuk) untuk mengikuti Jalan orang terdahulu
Yang selalu berada dalam kenikmatan. Jalan penuh kenikmatan. Itulah Huda, petunjuk bagi para penempuh jalan hidup.
Maka perjalanan adalah jalan dimana jalan itu dipenuhi kenikmatan. Inilah titik awal para penempuh jalan yang dipenuhi rasa nikmat ini. Bagaimana kita mampu menemukan jalan ini?.
Bagaimana kita mampu menjadi saksi adanya jalan penuh kenikmatan ini?.
Menemukan seseorang yang selalu dipenuhi rasa nikmat sepanjang hidupnya.
Sepanjang menempuh jalan lurus ini.
Mendengar kata “hidup yang dipenuhi nikmat” ini, seolah menjadi sedemikian asing, seolah tidak percaya. Adakah orang yang selama hidup penuh rasa nikmat. Adakah ada dalam realitas yang seperti itu?. Sungguh sulit sekali memiliki kesadaran akan rasa nikmat ini.
Setiap perbuatan yang menimbulkan nikmat yang dirasakan raga, apapun itu apakah hiburan, lawak, rekreasi, makan minum ataukah nafsu birahi (seks), segala sesuatu yang menimbulkan kenikmatan pada raga atau tubuh kita maka akan mudah dan suka rela kita menjalaninya
Namun kita kesulitan merasakan nikmat dalam ibadah, nikmat sholat, nikmat iman, nikmat Islam
Nikmatnya sholat khusyu. Nikmatnya shodaqoh dan berbagai macam nikmat yang disebutkan. Raga belum pernah merasakan rasa nikmat itu, maka sangat sulit sekali menjalaninya dengan suka rela.
Pembukaan mengikuti Huda atau petunjuk adalah selalu dikaitkan dengan rasa nikmat yang mampu dirasakan dalam raga. Itulah yang disebutkan dalam Al Fatihah. Langkah awal menuju Kemenangan (Al Fath). Kemenangan itu adalah untuk Menyempurnakan Nikmat Allah.
Kemenangan Rasulullah secara sederhana bila kita bertanya atau membaca sejarah adalah saat penaklukan Mekah atau Fathu Mekah. Inilah realitas kemenangan dari seluruh sejarah Rasulullah.
Namun Kemenangan menurut Allah bukan itu. Surat pernyataan kemenangan justru pada perjanjian Hudaibiyah. Disinilah turunnya surah Al Fath setelah terjadinya baiatur Ridwan. Perjanjian Hudaibiyah. Sebuah perjanjian yang secara sepintas seolah melecehkan dan merendahkan ummat Islam, melemahkan dan tiada keuntungan apapun. Dari segi apapun tidak ada bukti “kemenangan” pada saat itu. Namun demikianlah “kriteria” kemenangan menurut Allah. Di titik inilah atau di posisi inilah “Kesuksesan Rasulullah”. Real Victory, kemenangan yang nyata menurut Allah. Kemenangan saat mampu “menaklukkan “jiwa” sahabat untuk bersumpah setia. Kemenangan jiwa adalah kemenanangan yang sebenarnya menurut kriteria Allah dalam surah Al Fath.
Kemenangan Rasulullah bukan pada kemenangan peperangan atau penaklukan. Tetapi pada ketundukan, kepasrahan, dan baiat, sumpah setia kepada Rasulullah. Pada saat mereka semua bersumpah setia menjadi shahabat karena Allah. Mengikuti perintah Rasulullah dan bertekad sehidup semati. Inilah puncak kemenangan Rasulullah. Secara realitas, justru pada kondisi lemah, tak bersenjata, dilecehkan dan harus kembali ke Madinah karena gagal untuk thawaf ke Kabah.
Inilah kemenangan jiwa, inilah kesempurnaan jiwa, inilah Taqwa. Ketundukan sepenuhnya.
Demikian pula penyempurnaan jiwa kita, kemenangan dalam jiwa kita, sehingga berada dalam keadaan seumpama keadaan jiwa para shahabat dalam baiat kepada Rasulullah. Inilah “Kemenangan yang Nyata” menurut Allah. Dan semua ini demi kebaikan kita sendiri:
– Allah memberi ampunan terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang
– menyempurnakan nikmat-Nya dan memimpin kepada jalan yang lurus
– supaya Allah menolong dengan pertolongan yang kuat (banyak).
– supaya keimanan kita bertambah di samping keimanan (yang telah ada).
– supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan kekal di dalamnya
– supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan kita. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah,
Sepanjang jalan penuh nikmat ini adalah mengikuti petunjuk demi Kemenangan yang nyata.
Sebuah jalan dari awal (Al Fatihah/Pembukaan) sampai ke kemenangan (Al Fath).
Sebuah jalan penuh kenikmatan menuju Kenikmatan yang paling sempurna.
Selamat datang para penempuh jalan penuh kenikmatan
Kidung penyambut tamu kehormatan kupersembahkan
Kukidungkan untukmu semua untuk teguh di jalan ini
Untuk merasakan kenikmatan dan ditambah lagi dengan kenikmatan
Serta ditambah lagi dengan kenikmatan agar sempurnalah kenikmatan itu
Kidungku ini yang menggelarkan karpet terindah
Sutra terlembut, nada termerdu, warna-warni nan mempersona
Dendang nyanyi penuh keceriaan, tawa penuh kegembiraan
Dalam setiap apapun kejadian realitas takdir menurut rencananya
Apapun yang manusia anggap, sedih, sengsara, sakit dan derita
Selalu dalam rasa nikmatNya yang hakiki
Demikianlah jalan para penempuh jalan lurus
Jalan yang sepenuh kenikmatan sepanjang jalan
Dan semakin bertambah dan bertambah
Sampai sempurnalah kenikmatan sebagaimana yang direncanakanNya
Salam sejahteraku untukmu
Tinggalkan komentar