ISLAM, ADALAH CARA PARA NABI & RASUL MENGHADAP ALLAH YANG HAQ…
Kalau kita sudah percaya kepada ALLAH YANG HAQ, dan kita sudah percaya pula kepada TAKDIR NYA tanpa reserve, maka ketika itu berarti kita sudah selesai dengan Allah. Kita sudah tidak punya keraguan lagi terhadap Allah dan segala Aktifitas-Nya.
Dan terlebih lagi, Allah yang kita imani itu sudah memberikan respon-respon-Nya yang sangat luar biasa pula setiap kali kita berkomunikasi dengan-Nya, seperti yang dialami oleh Rasul-Rasul, Nabi-Nabi, para Shalihin, para Wali Allah, maka kita tinggal memperbaharui terus keimanan kita itu dengan cara kita sering-sering mengucapkan Syahadat kepada-Nya dan Syahadat kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW.
Asyahaduallaa ilaha illallah…
Wa asyhaduaanna Muhammadan Rasulullah…
Dengan mengucapkan Syahadat seperti ini, Rukun Islam Pertama, maka sebenarnya saat itu kita tengah bersumpah bahwa Tuhan kita adalah Allah, tidak ada Tuhan kita selain Allah. Dan kita bersumpah pula bahwa kita akan mengikuti apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam bertuhankan Allah.
Kalau iman kita kepada Allah dan Rasul-Nya sudah masuk kedalam dada kita, maka setiap kali kita mengucapkan syahadat itu, Allah akan menurunkan Riqqah-Nya ke dalam dada kita. Dengan Riqqah itu, rasa iman kita akan semakin meningkat dari hari ke hari. Setiap kali kita menyebut Nama Allah, setiap kali kita bershalawat kepada Rasulullah dan keluarga Beliau, itu akan menyejukkan dada kita. Kulit kita akan merinding dan bergetar seperti keadaan orang yang sedang kasmaran kepada Allah dan Rasulullah.
Selanjutnya, agar kita bisa menghadap dan berjumpa dengan Allah, Rasulullah telah mencontohkan ibadah SHALAT kepada kita. Keadaan yang Beliau alami ketika Shalat itu sama persis dengan keadaan ketika Beliau menjalani peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Sehingga Beliaupun menegaskan: “Ash shalatu Mi’rajul mukminin, bahwa shalat adalah proses Mi’raj bagi orang-orang yang beriman kepada Allah”.
Oleh sebab itu, kita tinggal pakai saja shalat itu sebagai sarana kita untuk Mi’raj kepada Allah, untuk bertemu dengan Allah. Jangan kita cari lagi cara-cara yang lain. Untuk bertemu Allah itu tidak perlu dengan cara kita melakukan perjalanan Astral, bukan dengan cara OBE (Out of Body Experience), dan bukan pula dengan proses merogo Sukma.
Sebab perjalanan Astral, OBE, dan merogo sukmo, yang merupakan salah satu pencapaian yang sangat diidam-idamkan oleh sekian banyak orang, ternyata tidak lain hanyalah proses pengolahan pikiran saja. Yang pada akhirnya teknik ini akan membawa seseorang merasakan dirinya seperti telah menyatu dengan Tuhan. MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI. Sebuah konsep kejawen yang masih sangat populer sampai saat ini.
Akan tetapi untuk berjumpa Allah (Mi’raj) di dalam Shalat sangat berbeda dengan semua perjalanan pikiran diatas. Ketika Shalat, kita hanya perlu bersikap TADARRU’ dihadapan Allah. Kita yakini saja Allah ada di depan kita ( sikap IHSAN). Lalu kita rendahkan hati kita dihadapan Allah. Kita berkata-kata dengan santun kepada Allah, kita rukuk dengan tadarru’kepada Allah, kita sujud dengan tadarru’ kepada Allah.
Kita pelihara sikap TADARRU’ kita kepada Allah sejak dari awal shalat (takbiratul ihram), sampai dengan selesai shalat (salam). Kita tidak memalingkan hati kita kepada apapun selain hanya kepada Allah yang sedang ada dihadapan kita.
Dalam bersikap tadarru’ ini kita tidak perlu mengatur-ngatur tubuh kita agar rileks, kita tidak perlu berkonsentrasi dengan mengatur-ngatur nafas, kita tidak perlu memejam-mejamkan mata, kita tidak perlu konsentrasi ketempat sujud, kita tidak perlu memakai lathaif-lathaif sebagai alat untuk menghentikan pikiran, kita juga tidak perlu merasa-rasakan getaran (bagi yang sudah bisa merasakan getaran-getaran) dalam setiap gerakan. Kitapun tidak perlu merasa-rasakan rasa gembira dengan mengatakan bahwa saya sedang gembira. Kita tidak perlu membayang-bayangkan kegembiraan seperti kita sedang berada dipantai yang indah. Tidak perlu.
Kita hanya cukup bersikap Tadarru’ (merendahkan hati kita), dan kemudian berbicara dengan Allah dalam sikap tadarru’ itu. Suara kita tidak usah keras-keras dan berteriak-teriak, tapi juga tidak seperti orang bisu. Cukup sambil berbisik lembut saja, atau dengan suara yang tidak keras dan juga tidak rendah. Suara pertengahan.
Dasar ayatnyapun sederhana sekali:
“Ingatlah, sebutlah (nama) Tuhanmu di dalam hatimu dengan TADARRU’ (merendahkan hatimu) dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (Al A’raf 205).
Cara menyebut atau memanggil Allah itu juga sederhana saja:
“Katakanlah: “serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja yang kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kami mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah diantara keduanya””, (Al Isra 110).
Mari kita coba melatihnya barang beberapa saat. Melatihnya boleh sambil berdiri, atau sambil duduk, atau sambil berbaring. Tapi untuk tahap awal, lebih baik kita lakukan dengan berdiri atau duduk. Biar sikap tadarru’nya bisa kita rasakan.
• Sekarang duduklah bersimpuh…
• Berimanlah bahwa Allah ada DI DEPAN kita (tapi DIA nggak perlu di cari-cari dan dirasa-rasakan). Inilah salah satu cara untuk bersikap IHSAN. Allah ada didepan kita.
• Rendahkan hati kita kepada Allah (dimana letak hati kita, juga tidak perlu dicari-cari dengan cara berkonsentrasi).
• Dengan merendahkan hati kita, hampir secara otomatis dada kita juga akan menunduk agak rendah, begitu juga kepala kita. Kita jadi bisa melihat tempat sujud kita.
• Secara otomatis tubuh kita akan rileks, tapi rileksnya bukan dengan cara mengatur-atur tubuh dan pikiran.
• Dengan merendahkan hati kita, pikiran kitapun dengan seketika menjadi lerem. Kita tidak perlu lagi mengatur-ngatur dan mengarah-arahkan pikiran kita kepada sebuah objek fikir tertentu.
• Merendahkan hati kita itu tidak perlu dipaksa-paksa. Misalnya dengan merendahkan hati kita seperti hati kita itu sampai masuk menembus bumi. Tidak begitu. Sebab kalau begitu, kita artinya sedang memainkan alam PIKIRAN kita juga.
• Kita hanya perlu merendahkan hati kita kepada Allah yang ada di depan kita.
• Rasakan kerendahan hati itu.
• Kita bisa merasakan hati kita yang sedang merendah itu kok.
• Pertahankan posisi kerendahan hati kita itu untuk beberapa saat.
• Lalu dengan tetap merendahkan hati, ucapkanlah
o “audzubillahiminasysyaithaanirrajim”,
o “bismillahiraahmaanirrahiim”.
• Lalu serulah Allah dengan dengan TADARRU’
• Serulah Allah dengan hati yang tetap merendah, dengan suara yang santun…
• Panggillah Allah dengan selalu menjaga kerendahan hati kita.
• Ya Allah…, Ya Allah…, Ya Allah…
• Diamlah sebentar dengan rendah hati.
• Ya Allah…, Ya Allah…, Ya Allah…
• Diamlah sebentar dengan hati yang tetap rendah..
• Ya Rahman…, Ya Rahman…, Ya Rahman…
• Diamlah dengan hati penuh harap kepada Allah.
• Ucapkanlah : “Allahu Akbar…”
• Diamlah dengan kerendahan hati di depan Allah Yang Maha Besar…
Kalau anda tadi melakukannya dengan benar, hati anda benar-benar merendah, suara anda benar-benar santun, maka sekarang anda pasti sudah merasakan sesuatu…, dan anda juga pasti tahu apa yang terjadi dengan pikiran anda. Lalu lihatlah Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pembanding atas apa-apa yang anda rasakan itu.
Sekarang cobalah berwudu dan lakukan hal yang sama seperti diatas, rasakanlah bedanya.
Kemudian dirikanlah shalat, lakukanlah sikap tadarru’ seperti diatas, dan rasakan pulalah beda rasanya.
Kalau posisi hati yang rendah (tadarru’) seperti itu bisa kita pertahankan selama dalam shalat, akan terjadi proses dialogis antara kita dengan Allah.
Share lah pengalaman anda itu, karena anda sedang menceritakan pengalaman anda sendiri.
Kalau posisi hati yang rendah (tadarru’) seperti itu bisa kita pertahankan selama dalam shalat, akan terjadi proses dialogis antara kita dengan Allah.
Ketika kita mengucapkan doa Iftitah: “Wajjahtu wajhiya…, akan terasa sekali saat itu hati kita sedang menghadap dan merendah kepada Allah. Hati kita seperti dipegang oleh Allah, sehingga hati kita itu tidak bisa lagi berpaling kepada segala sesuatu yang selain Allah…”.
Ketika kita membaca Al Fatihah, ketika kita Rukuk, I’tidal, Sujud, duduk Iftirasy, duduk Tawaruk, kalau kita melakukan semuanya itu dalam keadaan hati yang merendah-rendah dihadapan Allah, maka setiap ucapan kita ketika itu akan ada balasannya dari Allah. Riqqah…
Riqqah itu akan turun kedalam dada kita secara sambung bersambung tak henti-hentinya. Kadangkala riqqah itu turun dengan sangat deras, dada kita dingin, kulit-kulit kita merinding, rasa tenang dan nikmat akan menjalar dari hati kita menuju dan menyebar keseluruhan tubuh kita. Otak kitapun seperti berhenti dari berbagai proses berpikir yang selama ini telah melelahkan kita. Kalau sudah begini, kita ingin rasanya berlama-lama dalam shalat itu.
Kadangkala riqqah itu hanya turun sedikit dan jarang-jarang periodenya. Kalau begini duh…, rasanya rindu sekali agar Allah segera menurunkan riqqah-Nya ke dalam dada kita. Rindu sekali. Terasa sekali bahwa riqqah itu tidak bisa kita paksa-paksa dan kita rekayasa. Sungguh riqqah itu bisa turun kedalam dada kita hanya dengan sebab adanya Rahmat dan Kasih sayang Allah kepada kita. Dan untuk itu Allah punya alasan Sendiri. Maka cari tahulah alasan-alasan Allah menurunkan Rahmat itu kepada kita…
Akan tapi kadangkala riqqah itu tidak turun sama sekali ke dalam dada kita. Kalau riqqah itu tidak turun, shalat kita alangkah hambarnya. Sekalipun kita mencoba melama-lamakan shalatnya, tapi tetap saja tidak ada rasanya. Paling-paling rasanya hanya tenang dan hening begitu saja. Tidak ada nikmatnya. Tidak ada bahagianya. Hanya tenang, hening dan diam begitu saja, tapi garing…
Kalau sampai riqqah tidak turun seperti ini, maka pastilah saat itu kita sedang punya masalah BESAR dengan Allah. Pastilah saat itu hati kita sedang LALAI dari Allah, pastilah saat itu hati kita sedang BERPALING dari Allah.
Dan…, kalau kita sedang punya masalah dengan Allah, dimana hati kita berpaling dari Allah, maka hal pertama yang akan terpengaruh adalah hati kita itu pula. Hati kita itu akan segera dikerumuni oleh Syetan. Karena begitu hati kita lalai dari Allah, Allah segera mengirimkan dan memasukkan Syetan ke dalam hati kita itu. Syetan itulah yang akan menjadi sahabat karib kita (QARIN).
“Barangsiapa yang BERPALING dari mengingat Tuhan yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. (Az Zukhruf 43 : 36)
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa (seterusnya) untuk mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi”. (Al Mujaadilah 58 : 19)
Lalu hati kita menjadi keras, hati kita menjadi buta, hati kita menjadi mati. Karena hati kita dipenuhi oleh Syetan, maka tindakan-tindakan kitapun seperti tindakan orang yang sedang kesyetanan. Pikiran-pikiran kita akan membawa kita menjauh dari Allah. Hati kita jadi tertutup untuk melihat alam malakut. Dan kitapun tidak bisa lagi merasakan adanya Riqqah dari Allah yang hanya akan diturunkan-Nya kedalam hati orang-orang yang beriman.
Dengan ketiadaan riqqah seperti itu, walaupun hati kita serasa bisa luas sekali, tenang, dan hening, akan tapi tetap saja hati kita itu rasanya sempit sekali. Sehingga konflikpun menjadi sesuatu yang biasa bagi kita.
Akan tetapi, kalau riqqah itu bisa kita dapatkan di dalam shalat, maka ketika itu akan terasa sekali ada Allah di depan kita. Walaupun Dia tidak terlihat oleh mata kita, tidak teraba dengan panca indera kita, namun Dia selalu memberi tanda-tanda akan keberadaan-Nya di depan kita melalui HATI kita. Tanda-tanda itu berupa Riqqah, Ilham, dan Hidayah (petunjuk-petunjuk-Nya).
Inilah yang akan membuat kita INGIN selalu bersikap IHSAN kepada-Nya.
Bersambung
Deka
Matahari pagi muncul dan akan tenggelam
cahaya terang ada dan akan diliputi kegelapan sesudahnya
semua nampak biasa, tetapi proses untuk terciptanya adalah sebuah “maha luar biasa”
menghirup nafas dan menghembuskannya, semua biasa saja
namun menciptakan kondisi ini adalah “maha luar biasa”
minum dan makan, adalah hal biasa, namun ada satu proses yang terlewati
maka sang tubuh akan menderita luar biasa, semua proses yang terlihat biasa
adalah sebuah proses maha luar biasa
apapun yang nampak biasa di hadapan mata kita
adalah sebuah hal yang luar biasa
tentu saja “BAGI YANG TAHU”
sebuah hal luar biasa bagi yang sadar
…
Demikian pula dengan Islam, Iman dan Ihsan,
entah sudah berapa ratus ribu kali kita mendengar dan telah terbiasa
namun proses terjadinya bagi yang mengalaminya adalah sebuah proses
yang luar biasa yang sulit dijelaskan, karena seolah mendadak ada
…
demikian pula dengan sholat, sepertinya hal biasa
namun di balik itu bagi yang sadar dan tahu
maka ada sebuah hal yang dahsyat dan luar biasa
…
namun bagaimana bila ingin menjelaskan hal yang luar biasa ini
ketika setiap orang telah “terbiasa” dan menganggap biasa
sebuah rahasia
yang bila dijelaskan adalah sebagai berikut:
“RAHASIANYA adalah TIDAK ADA RAHASIA”.
Bagaimanapun ingin menyampaikannya
semuanya akan tetap biasa dan menjadi biasa
dan bagaimana ingin menganggap biasa
namun bagi yang merasakan tidak akan mampu
membuang keluarbiasaannya
….
betapapun ingin menjelaskan
maka yang akan dijelaskan adalah itu-itu saja
…
bisa diumpamakan
dengan permisalan:
Saat ini Pak Deka tengah menceritakan rasa nikmatnya air dingin yang segar
dan ingin mengabarkan bagaimana nikmatnya air yang segar itu
lalu bagaimana?
sedangkan air itu sendiri tak berasa
sedangkan nikmat itu sendiri sulit dijelaskan
sedangkan segar itu juga sebuah rasa
dingin juga sebuah rasa
dan nikmat juga rasa
rasa di atas rasa dari sebuah hal yang tak berasa
maka teringat dengan doa seorang nabi
yang selalu mengharapkan diberikan rasa nikmat
atas air dingin yang segar
adakah keanehannnya?.
Namun demikianlah
selayaknya harus tetap disampaikan
agar yang lain terus berusaha mencari air dingin
seperti yang tengah dirasakan oleh Pak deka
bisa jadi sudah didapatkan oleh yang lain
tapi tidak tahu
bisa jadi pula air dingin Pak Deka
masihlah belum yang dingin yang murni
masih ada air lain yang lebih menyegarkan
karena ketika sudah terbiasa dengan air dingin itu
maka semuanya akan kembali biasa saja
tidak lagi terasa luar biasa
dan terasa tawar dan hambar lagi
…
atau sebuah contoh lain lain tentang cahaya
seorang yang terasing dalam kegelapan seumur hidupnya
melihat cahaya lilin yang menerangi
lalu terasalah puas bahwa merasa itulah cahaya yang terbaik
apakah di akan berhenti?
kalau tidak, mungkin dia akan bertemu cahaya bintang timur yang cemerlang
dan apakah akan berhenti?..bila tidak
maka mungkin akan bertemu cahaya rembulan
apakah akan berhenti?… bila tidak
mungkin akan bertemu cahaya matahari?
..
apakah matahari adalah cahaya yang paling terang?
…
mungin kalau diteruskan dia akan bertemu
cahaya-cahaya lain yang jauh lebih terang lagi
cahaya alam semesta
cahaya di atas cahaya
cahaya kebenaran
cahaya ilahi yang menguasai seluruh alam
…
Itulah kesadaran…itulah pengetahuan…itulah bashiroh
dan dengannya
maka hal-hal yang biasa
akan menjadi “sangat luar biasa” dalam kesadarannya…
maka apakah ingin membuat orang buta untuk melihat?
ataukah ingin membuat orang tuli mendengar?
apalagi ingin membuat orang buta tuli pekak hatinya
untuk melihat cahaya kebenaran
cahaya yang sangat lembut
namun menerangi seluruh alam semesta ini
sungguh semua itu karena rahmat Allah semata
semua itu karena kasih sayangNya belaka
dan kita semua hanyalah penyampai
dan pembawa pesannya
menyampaikan kalimat-kalimatNya
semoga mampu membuang ego dan keinginan diri
meletakkan dalam
satu tujuan
karena Allah semata
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya selalu
Salam sejahtera