Dengan cara yang sangat lembut, sahabat saya, Mas “I”, diantarkan oleh Allahnya untuk sampai kepada sebuah awal yang sangat indah untuk merangkai tugasnya di hari-hari berikutnya…
Inilah prosesnya…, selamat menimba paham dari sebuah sumur tanpa dasar…. Al Lathief…
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Manusia
Dalam ayat Al Quran penciptaan Adam,
ketika malaikat dan Iblis diminta tunduk dan sujud menghormat
pernahkan kita fikirkan mengapa?.
Apa yang terjadi saat itu?.
Mengapa akhirnya terjadi seperti itu?
Mengapa malaikat akhirnya tunduk dan akhirnya iblis menentang
Ketika kufikirkan dalam-dalam jawabnya satu:
Mereka tunduk setelah Adam diberi pelajaran oleh Allah dan bisa
Malaikat percaya akan daya belajar manusia
Iblis tidak percaya, karena dia merasa lebih cerdas
apakah malaikat tidak cerdas?
apakah iblis tidak cerdas?
coba kuperhatikan
alam sekitar, burung-burung, kupu-kupu, serangga, dll
betapa cerdasnya mereka, mampu membuat sarang
bahkan semut, mereka juga cerdas
bahkan benda materi misalnya unsur
mereka juga cerdas
ketika saling bergabung mampu menjadi senyawa yang baru
lihat dimana-mana, bahkan kesemuanya yang kita lihat
membawa kecerdasan masing-masing
bahkan kecerdasan mereka itu bisa jadi lebih baik dibanding manusia
karena itu manusia sering meniru dari makhluk-makhluk itu
semua benda yang ada di alam semesta ini membawa kecerdasan masing-masing
mereka sudah cerdas “dari sananya”, sudah membawa kecerdasan bawaan
demikian pula malaikat dan iblis, sudah membawa kecerdasan bawaan
sementara manusia, tidak membawa kecerdasan itu
karena yang manusia miliki adalah “potensi kecerdasan”
itulah essensi dari min ruhi yang membuat malaikat tunduk
dan membuat iblis tak percaya,
yaitu “daya belajar”, atau saya sebut saja “daya iqro”
Siapa yang mengajari?
Allah berjanji: Dialah yang akan mengajari manusia!.
Itu janji Allah. Dan itu pasti. Sebuah kepastian mutlak. Sunatullah.
Jadi kembali lagi dalam perenungan:
manusia sebenarnya adalah potensi-potensi untuk menggunakan daya-daya dari:
– daya materi , dari pantulan daya tarik materi
– daya gerak atau energy, yang merupakan pantulan dari ruh
– daya pengingkaran (nafsu) bisa dianggap sebagai daya pantulan hawa Iblis,
– daya ketundukan (ruhani ) bisa dianggap sebagai pantulan malaikat
dan yang terutama:
– daya Illahi, yaitu daya pengajaran atau daya belajar atau daya tahu, atau daya iqro
Daya belajar ini hanya dimiliki oleh manusia, sedangkan makhluk yang lain hanyalah “insting”.
sebuah daya menerima ilham dari Allah.
Daya belajar inilah yang merupakan cikal bakal “kecerdasan” manusia
kecerdasan manusia bisa digolongkan menjadi dua besar:
Yaitu kecerdasan jasmani atau kecerdasan akal
dan kecerdasan ruhani atau kecerdasan hati
Peradaban manusia secara turun temurun adalah merupakan perkembangan kecerdasan
yang merupakn “rencana besar” Tuhan untuk menurunkan manusia di muka bumi
yaitu menjadi “makhluk yang cerdas”
maka Tuhan menitipkan kecerdasan ini kepada siapa saja yang mau menerima
tidak perduli dia percaya atau tidak kepada Tuhan
itulah kecerdasan akal
sehingga kita lihat bangsa Amerika dan Eropa yang telah maju
mereka telah dititipi “kecerdasan” oleh Tuhan untuk rencana peradaban Tuhan
yaitu “makhluk cerdas” manusia
sekalipun manusia yang materialis atau ateis
yang mau menggunakan daya belajar ini
akan diberi titipan kecerdasan Tuhan
yaitu Tuhan yang Maha cerdas
Cerdas adalah satu sifat Tuhan
dalam penciptaan alam semesta ini
dimana manusia ada di dalamnya
namun kecerdasan akal ini bukanlah sebenarnya rencana Tuhan
karena Tuhan juga menitipkan kecerdasan ruhani
kecerdasan dimana akan mengenal Tuhan
meyakini keberadaan Tuhan
mengetahui hal-hal gaib yang tidak hanya nampak bagi indera
Kecerdasan ruhani ini dibagi dua lagi
Yang pertama:
yaitu kecerdasan ruhani yang menggunakan akal jasmani saja (bisa dianggap mewakili syariat)
mereka hanya meyakini apa saja yang nampak dan terukur
dalam kisah-kisah Al Quran dimulai ketika nabi Ibrahim mencoba mengenal Tuhan
menggunakan akalnya, melihat alam semesta ini, lalu pada puncaknya Nabi Musa ingin melihat Tuhan
maka golongan ini lebih banyak menggunakan akalnya untuk mengenal Tuhan,
sehingga sifat-sifat Tuhan akan mengikuti akal dan fikiran mereka
kita bisa melihat golongan ini semakin ekstrem misalnya pada kaum yahudi
Yang kedua:
yaitu kecerdasan ruhani yang menggunakan akal ruhani saja atau hati saja (bisa dianggap mewakili hakekat)
mereka ini sangat meyakini Tuhan, sehingga tidak perlu bukti, dan tidak perlu berfikir,
sehingga semakin ektrem dan menjadi sebuah dogma saja
dalam kisah Al Quran golongan ini dimulai dari masa nabi Khidir,
dalam Al Quran dikisahkan pertemuan antara kecerdasan ruhani yang berdaya akal yaitu Nabi Musa
bertemu dengan kecerdasan ruhani yang berdaya hati yaitu Nabi Khidir, maka terjadilah kisah yang sangat menarik
ketika kedua nabi ini bertemu, terlihatlah arah perpecahan disini, keduanya tidak mampu berjalan bersama
hanya mampu berjalan satu kali saja dan terpaksa berpisah, masyarakat pada saat itupun tidak akan mampu menerima
golongan ini mencapai puncaknya pada masa nabi Isa, yaitu kaum nasrani, yang menggunakan hati
yang hanya berlandaskan cinta kasih, namun bisa menjadi sangat kolot dalam mempertahankan pandangan
serta keyakinan yang mereka anut, mereka tidak perlu bukti dan menjauhkan diri dari penggunaan akal dalam hal ruhani
Kedua golongan ini tentu saja cocok dan sesuai pada jamannya,
yaitu saat kecerdasan jasmani (biologis) manusia pada saat ini
hanya sesuai denga masyarakat yang ada pada masanya.
Masa Nabi Musa hanya cocok bagi kecerdasan ruhani “model” Nabi Musa,
sehingga bukan risalah Nabi Khidir yang diterapkan, padahal Nabi Khidir nampak lebih “mengenal” Allah.
sementara Nabi Musa ngotot menggunakan akalnya untuk mencari bukti
Masa nabi Isa demikian pula, kecerdasan ruhaninya (berdasarkan hati)
harus menggantikan kecerdasan ruhani berdasarkan akal
yang sudah semakin ekstrem pada kaum Yahudi
nabi Muhammad adalah merupakan penutup para nabi,
yang menyempurnakan risalah Nabi Musa dan nabi Isa:
Maka kecerdasan ruhani yang digunakan
adalah keseimbangan antara kecerdasan akal
dan kecerdasan hati,
yang merupakan
penyeimbang antara risalah Nabi Musa dan risalah Nabi Isa.
Sebuah agama penyempurna agama sebelumnya.
Yaitu agama yang akan menggabungkan golongan:
materialisme dan golongan rohani
(baik yang menggunakan akal maupun hati).
menggunakan seluruh “potensi” yang ada pada manusia
menempatkan pada posisi keseimbangan
sesuai dengan “rencana” Allah.
Betul-betul sebuah ajaran yang sempurna.
namun sayangnya ajaran Nabi Muhammad itupun
kembali terpecah bahkan menjadi 70 golongan lebih
namun pada intinya tetap dua golongan besar,
yaitu golongan yang menggunakan kecerdasan akal (syariat)
dan golongan yang menggunakan hati (hakekat)
Perdebatan dan pertarungan kedua golongan ini
semakin seru dan meruncing,
sehingga semakin memisahkan agama ini
sehingga meninggalkan Tuhan di “pojok” pengajaran
mereka tak lagi mau menerima Tuhan sebagai guru
Ustadz dan ulama telah menggantikan fungsi Tuhan
sebagia guru, mengajar dogma, memisahkan agam Islam yang satu
Sehingga golongan ini semakin jauh dari “rencana Tuhan”
yaitu memberi pelajaran atau memberi kecerdasan ruhani
yang langsung diajarkan kepada manusia
sebagaimana Tuhan mengajarkan langsung kepada nabi Adam
Berguru kepada Allah
Menjadi khalifah adalah siap menerima pengajaran Allah
siap untuk menggunakan daya belajar sehingga
mencapai: Kecerdasan akal dan kecerdasan ruhani
siap dan bersedia, ikhlas menerima pengajaran langsung dari Allah.
mengarahkan potensi kecerdasan yang ada dalam diri kita kepada sumber daya
yaitu kepada Allah, apakah potensi kecerdasan ini?
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”.
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya RUH-KU;
maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”, (Shaad 71-72)”.
“Dan sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia (Adam)
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya RUH-KU,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (Al Hijr 28-29).
“… Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka
dan menguatkan mereka dengan RUH-NYA …” (Al Mujadilah 22).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang RUH.
Katakanlah: “RUH itu patuh kepada perintah (amr) Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Al Israa’ 85).
Kecerdasan ruhani adalah “potensi” yang ditiupkan langsung dari Sang Pencipta
bersama dengan kecerdasan jasmani (biologis), yang akan membawa manusia
kepada sebuah peradaban makhluk cerdas jasmani dan ruhani, makhluk tengah
makhluk seimbang, insan kamil. Yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Inilah Entitas murni yang akan diajari oleh Allah, yaitu min ruhi atau Bashiroh,
atau Sang hakim, atau Sang Bijaksana, atau hati nurani, atau akal nurani, lubuk hati
apapun sebutannya, tergantung penempatannya, yaitu sesuatu entitas yang tahu
entitas yang sadar, entitas yang mau menerima pengajaran, yang mau belajar
Inilah salah satu “potensi” terpenting dari manusia, merupakan Energi potensional
yang harus digunakan, ketika digerakkan sedikit saja maka akan bergerak
menuju langsung kepada Allah, karena entitas ini hanya mengenal Allah
tak ada yang dikenali lagi, hanya menuju kepada Allah
hanya akan mendekat kepada Allah, hanya mau mendengar Allah
hanya mau melihat Allah
hanya mau mematuhi Allah
hanya mau mentaati Allah
karena bagi entitas ini
Hanya dan hanya jika bersama Allah
maka entitas ini ada
maka begitu kita mampu mengubah energy diam dari entitas ini
yaitu potensi entitas ini menjadi energy gerak
maka …. Go … entitas ini akan membawa jiwa
menuju kepada Tuhannya
mengenalkan kepada Tuhannya
mendekat kepada Tuhannya
karena ini satu-satunya
tujuan entitas ini diadakan
dari sisinya
dengan sebutan yang paling mesra dari Sang Pencipta
wahai Ruh-Ku
adakah yang lebih indah dan dekat dari ini?.
Masa sekarang ini, kecerdasan akal, sedang dititipkan kepada golongan non muslim
karena merekalah yang saat ini mau menerima dan menggunakan “entitas” ini
untuk membaca ayat-ayat Allah yang berada di alam semesta
Apakah kita yang mengaku muslim, bersedia menggunakan “entitas kecerdasan” ini
untuk membaca ayat-ayat Allah?
tentu saja dalam sebuah keseimbangan, bukan hanya kecerdasan akal jasmani
namun juga kecerdasan akal ruhani
berjalan bersama dalam keseimbangan
membaca ayat-ayat Allah yang jelas tertulis di alam semesta ini
membaca ayat-ayat Allah dalam kitabNya
berguru kepadaNya secara langsung
untuk mengerti hakekat dari apa yang dibaca
maka bacalah
bacalah
bacalah
bacalah
Iqro
Iqro…..
Iqro….
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Itulah tugasku saat ini.
Ijinkan hambamu, menjadi murid yang patuh
ijinkan menggunakan dayaMu
untuk menggerakkan “potensi-potensi” yang telah kau siapkan khusus bagiku
potensi materi, potensi nafs, potensi ruh, potensi akal, potensi bashiroh
apapun potensi yang ada dalam tubuhku
telah kuniatkan untuk kugerakkan Dengan NamaMu Yang Maha besar
apapun daya-daya yang meliputiku
entah itu daya tarik materi
ataukah daya tarik nafsu
atau daya penolakan dan daya ketundukan
apapun daya itu
kuserahkan kepadaMu
sungguh sudah tiada daya lagi dalam tubuhku
karena telah kusiapkan diriku
menerima pantulan dayaMu
menerima pantulan yang berasal dari Sumber daya
Sang Maha Daya
Bagaikan Cahaya di atas cahaya
yang akan menggetarkan “potensi-potensi” energy
dalam sel-sel tubuh, di dalam atom, di dalam elektron
bergerak, bergetar, berdzikir
menjadi energy gerak, energy dzikir
yang akan mengisi angkasa
memantulkan cahayanya ke seluruh alam semesta
bagaikan bulan purnama
memantulkan sinar matahari
menerangi kegelapan malam
Wassalam
Deka on behalf of Mas “I”
Bagus banget uraiannya… Bisa ya merangkaikan kalimat sehingga menghasilkan tulisan yang bagus dan penuh makna untuk dijadikan bahan perenungan.
🙂 Salam,
Mochammad
http://mochammad4s.wordpress.com
http://piguranyapakuban.deviantart.com
pengganbaran kata kata yang indah… ditambah cara pikir yang sangat sederhana…. saya suka ini…. saya sering berpikir tentang itu tapi tidak berakhir sepperti jawaban anda… dan saya setuju dengan ini….. yang membuat saya penasaran “mas I” itu siapa?