Sudah umum persepsi yang melekat diotak sebagian besar kita bahwa untuk beriman kepada Allah itu sungguh sangat sulit sekali. Begitu kita ingin berbicara tentang iman kepada Allah, maka yang muncul kemudian adalah berbagai teori, definisi, dan tata cara yang kadangkala membuat kita kesulitan untuk menjalankannya. Sehingga didalam benak kita sering muncul kata-kata tak terucapkan: “Oh…, betapa sulitnya iman itu. Ah…, nggak mungkin rasanya saya untuk beriman seperti itu. Aa…, iman itu rasanya seperti berada di puncak menara gading yang tak akan pernah tersentuh oleh orang-orang biasa seperti saya…, dan berbagai keluhan lainnya”.
Kalau dilihat dengan seksama, kadangkala antara berbagai teori, definisi dan tata cara untuk mendapatkan iman itu satu dengan yang lainnya susah untuk ditemukan benang merah yang saling menghubungkannya. Padahal yang sedang dibicarakan dan dipelajari itu adalah hal yang sama dan sangat sederhana sekali, yaitu tentang Iman Kepada Allah, misalnya. Dan dasar pijakan berfikirnya juga selalu didengung-dengungkan dari dua pokok yang sama, yaitu Al Qur’an dan Al Hadist. Akan tetapi begitu ilmu tentang Iman kepada Allah itu sampai kepada kita, yang kita dapatkan adalah ilmu olah pikir, ilmu olah gatuk-gatuk, ilmu olah katanya-katanya, ilmu olah hafalan… dan sebagainya, sehingga yang kita dapatkan sungguh membuat sebagian besar kita menjadi bingung… ngung…, ngung untuk memilih mana yang pas buat kita. Kita jadi saling rancu satu sama lainnya untuk satu hal yang sama, yaitu IMAN kepada Allah…
Keadaan seperti ini persis sama dengan saat kita diminta untuk memahami tentang batang sebuah pohon mangga, kita malah asyik masyuk membahas tentang cabang, ranting, daun, bahkan kuncup dari pohon mangga tersebut. Kita asyik membahas dan mengolah kata bahwa ada daun yang hijau, ada daun yang kuning, ada daun yang mengering, dan berbagai ada-ada lainnya. Akhirnya yang kita bahas, kita diskusikan, kita seminarkan, dan yang kita pahami hanyalah sebatas ilmu olah kata tentang daun. Sedangkan batang pohon mangga itu tetap menjadi sebuah misteri yang tak terkuakkan bagi kita. Karena memang kita tidak pernah membuka, menguliti, dan mengamati pohon mangga itu dari dekat. Kita tidak pernah mengeksplorasi pohon mangga ini bagain perbagian.
Kalau dalam membahas pohon mangga itu hanya sebatas memakai ilmu olah kata itu tadi, maka kita akan bertabrakan dengan ilmu olah-olah kata yang dimiliki oleh orang lain. Sebab setiap orang bisa memandang sebuah pohon mangga dari sisi yang berbeda sesuai dengan isi otak mereka pula. Dan itu akan ramai sekali….
Sementara Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sudah terlebih dahulu ketemu dan masuk kedalam keadaan Iman kepada Allah itu, lalu keluarlah ajakan Beliau: “wahai sahabatku, marilah masuk kedalam keadaan iman kepada Allah. Iman itu enak…, iman itu bahagia, iman itu nikmat…!. Wahai sahabatku, mari beriman kepada Allah…, singgahlah untuk beriman kepada Allah… Singgahlah untuk masuk kerumahku, rumah iman yang penuh dengan kesukacitaan”.
Demikianlah Beliau menyampaikan berbagai ajakan lainnya agar para sahabat Beliau masuk kedalam keadaan demi keadaan yang diterangkan Allah didalam Al Qur’an. Lalu masuklah semua sahabat Beliau kesana… DERR…, DERR…, sehingga saat itu tidak banyak aktifitas seperti yang getol kita lakukan saat ini, yaitu menafsirkan Al Qur’an dan mengupas Al Hadist. Saat itu tidak ada tafsir…, tafsir…, dan tafsir terhadap Al Qur’an dan Al Hadist. Tidak ada juga apa yang namanya kajian…, mengaji…, dan mengaji. Tidak ada itu semua.
Yang ada adalah begitu Beliau mendapatkan wahyu dari Allah, Beliau DUDUK dalam suasana wahyu itu, kemudian Beliau kabarkan wahyu beserta keadaannya itu kepada para sahabat Beliau. Kabar dari Beliau itulah yang kemudian dinamakan orang sebagai Al Hadist. Beliau-beliau hanya tinggal melakukan…, melakukan…, dan melakukan apa yang diperintahkan Al Qur’an sesuai dengan lingkungan yang ada saat itu. Jadi Al Hadist itu bukanlah sekedar perkataan dan perbuatan Beliau saja. Tapi Al Hadist itu adalah DUDUK Beliau dengan sangat sempurna pada sebuah KEADAAN yang diterangkan oleh Al Qur’an. Beliau hanya Just do it…, dan hasilnya adalah sebuah keniscayaan peradaban yang cemerlang ditengah-tengah kegelapan disaat itu…
Bersambung
Deka
Kapan Pak ditulis pengalaman DUDUK dalam DERR… itu. Penasaran banget nih.
Sedang di tulis lagi nih pak Santoso
Subhanallah …
Tadi saya mau menggabungkan tulisan pak Deka tentang ini satu per satu lewal email, supaya email saya berkurang dan suatu saat kalau saya longgar bisa baca tulisan ini. Tapi alhamdulillah Allah memudahkan saya dengan menemukan blog pak Deka dan saya dapat lebih banyak lagi…
Terima kasih ya Allah …